Site icon Cenderawasih Pos

Tren Kekerasan Bersenjata Meningkat Seiring Adanya DOB

Frits Ramandey saat memberikan keterangan persnya di Kantor Komnas HAM, Senin (3/6) (foto:Elfira/Cepos)

JAYAPURA – Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), mengklaim tren kekerasan di tanah Papua terus meningkat meski telah adanya Daerah Otonomi Baru (DOB). Hal ini dibarengi dengan senjata yang moderen begitu juga dengan bentuk bentuk operasi dari segi kuantitas dan kualitas.

Bahkan, Komnas HAM Papua mencatat, sepanjang Januari hingga Juni tahun 2024 ada 41 kasus kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di tanah Papua. Puluhan kasus kekerasan tersebut didominasi oleh peristiwa kontak senjata dan penembakan (serangan tunggal) sebanyak 25 kasus, penganiayaan sebanyak 10 kasus dan pengerusakan sebanyak 7 kasus. Dimana satu peristiwa bisa menimbulkan lebih dari satu tindakan kekerasan.

“Dari jumlah kasus kekerasan tersebut, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah menjadi daerah dengan jumlah kasus tertinggi yaitu 8 kasus, diikuti Paniai dan Yahukimo sebanyak 6 kasus,” terang Kepala Komnas HAM, Frits Ramandey dalam keterangan persnya kepada wartawan, Senin (3/6).

Lanjut Frits, kemudian ada Kabupaten Puncak sebanyak 5 kasus, Pegunungan Bintang dan Nabire masing-masing sebanyak 3 kasus, Puncak Jaya, Keerom dan Jayawijaya masing-masing sebanyak 2 kasus dan Dogiyai, Jayapura, Mimika dan Maybrat masing-masing sebanyak 1 kasus.

“Dari catatan kami, kekerasan tersebut menyebabkan 53 orang menjadi korban diantaranya 32 orang meninggal dunia dan 21 orang luka-luka yang terdiri dari 28 orang warga sipil (12 orang meninggal dunia dan 16 orang luka-luka),” terangnya.

Lainnya, sebanyak 13 orang TPNPB-OPM (11 orang meninggal dunia dan 2 orang luka-luka) serta 11 orang aparat keamanan (9 orang meninggal dunia dan 3 orang luka-luka).

Frits menjelaskan, 28 orang warga sipil tersebut terdiri dari 1 orang anak meninggal dunia dan 1 orang anak terluka. Dimana 1 perempuan meninggal dunia dan 3 perempuan luka-luka serta 10 warga sipil laki-laki dewasa meninggal dunia dan 12 orang warga sipil laki-laki dewasa luka-luka.

“Sebanyak 11 orang aparat keamanan terdiri dari anggota TNI sebanyak 5 orang meninggal dunia dan 1 orang luka-luka. Sementara 4 anggota Polri meninggal dunia dan 2 orang luka-luka. Selain itu berbagai kekerasan tersebut juga menimbulkan adanya gelombang pengungsian serta kerusakan sejumlah bangunan, kendaraan dan pesawat,” ujarnya.

Secara faktual kata Frits, setiap konflik kekerasan yang terjadi dapat dilihat sebagai respon atas peristiwa sosial ekonomi maupun kebijakan politik. Disisi lain, ketegangan maupun konflik bersenjata yang terjadi di Papua membutuhkan ruang-ruang dialog antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta masyarakat maupun kelompok sipil yang berseberangan yaitu TPNPB-OPM.

“Tantangan utama bagi pemerintah RI saat ini adalah membangun kepercayaan rakyat Papua dengan menumbuhkan persamaan, kesetaraan, penegakan hukum yang adil dan non-diskriminatif sebagai upaya membangun ekosistem damai menuju dialog kemanusiaan,” kata Frits.

Merespon kondisi kekerasan tersebut, Komnas HAM meminta pemerintah RI memberikan jaminan keamanan terhadap seluruh warga negara Indonesia yang menetap di wilayah Papua dengan menciptakan situasi keamanan yang kondusif dan tidak menggunakan sequrity approach serta membenahi tata kelola keamanan wilayah.

Meminta Kapolda Papua melakukan upaya penegakan hukum secara cepat, tepat dan terukur terhadap para pelaku kekerasan dengan memastikan tindakan anggota dalam upaya penegakan hukum tersebut dilakukan secara profesional, objektif, dan akuntabel serta menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip HAM;

Komnas HAM juga meminta aparat keamanan dan Kelompok Sipil Bersenjata (TPNPB-OPM) agar menghormati hukum HAM dan hukum humaniter dengan memastikan rasa aman bagi warga sipil secara keseluruan dengan tidak menimbulkan ketakutan, stigmatisasi dan menjadikan warga sipil sebagai sasaran kekerasan bersenjata.

”Kami mendesak Kelompok Sipil Bersenjata – TPNPB-OPM untuk tidak melakukan tindakan pengerusakan yang mengakibatkan kerusakan harta benda dan terganggunya kondisi keamanan di wilayah Papua,” tegasnya.

Komnas HAM juga mendesak Pemerintah RI dan kelompok TPNPB-OPM untuk membangun komitmen dalam proses dialog kemanusiaan demi terciptanya Papua tanah damai.

”Meminta dua kelompok ini TNI-Polri dan OPM untuk tidak menjadikan warga sipil sebagai pihak dalam tanda kutip sebagai pagar. Dan atas nama kemanusiaan, saya minta Kelompok Sipil Bersenjata untuk tidak menjadikan sarana publik sebagai sasaran pelampiasan,” pintanya.

Data Komnas HAM korban luka dan meninggal dunia periode Januari-Juni 2024  Total korban 53 orang ( 21 orang luka luka dan 32 orang meninggal dunia)

Peristiwa kekerasan ( 25 peristiwa kontak tembak dan penembakan, 10 peristiwa penganiayaan dan 7 peristiwa pengerusakan). (fia/kar/wen)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos   

Exit mobile version