JAYAPURA– Pemerintah Kota Jayapura menjadi penggagas pelaksanaan kegiatan workshop percepatan pembangunan Papua perspektif otonomi khusus dan daerah otonomi baru. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh perwakilan kepala daerah kabupaten dan juga Provinsi Papua termasuk dari daerah otonomi baru Papua.
Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia John Wempi Wetipo mengapresiasi kebijakan pejabat Walikota Jayapura, Dr Frans Pekey, yang sudah menjadi inisiator terlaksananya kegiatan tersebut.
“Workshop yang dilaksanakan pada hari ini sebenarnya ide yang sangat baik, yang diinisiasi oleh Pj Walikota Jayapura. Saya sangat mendukung, apa yang dilaksanakan. Selama ini banyak informasi hak-hak yang ingin didapatkan oleh orang asli Papua tetapi ternyata kita terlalu tertutup tidak pernah kita lakukan sosialisasi dengan baik,” kata Jhon Wempi Wetipo, Selasa (24/10).
Sehubungan dengan hal itu Kementerian Dalam Negeri pernah mengeluarkan surat sebanyak dua kali yang ditujukan kepada kepala daerah di Papua yang pertama di akhir tahun 2021 dan kedua Tahun 2022. Meminta agar pemerintah daerah perlu melakukan sosialisasi PP 106 dan 107. Karena menurutnya, itu hak-hak yang harus didapatkan oleh orang asli Papua.
“Tetapi sampai dengan hari ini mereka mereka tidak pernah mendapatkan informasi yang clear. Baru kita sekarang mau seleksi keanggotaan MRP dan DPR pengangkatan baik di kabupaten/kota maupun provinsi. Tapi rakyatkan tidak tahu juga, saya pikir mari kita membuka diri kita, ruang, bahwa kita diberi kepercayaan untuk melaksanakan tugas-tugas negara untuk mengawal percepatan pembangunan kesejahteraan rakyat di tanah Papua,” ujar mantan Bupati Jayawijaya itu.
Selanjutnya, penjabat Walikota Jayapura, Dr. Frans Pekey mengatakan, Wotksop ini, bicara tentang Papua pertama adalah bicara tentang percepatan pembangunan. Karena dengan percepatan pembangunan bisa mengurai berbagai permasalahan yang terjadi di tanah Papua. Termasuk sampai kepada konflik-konflik.
Untuk mengurai itu negara Republik Indonesia sudah memberikan berbagai macam kebijakan otonomi khusus Papua. Karena kekhususan itulah kemudian diberikan juga pembentukan daerah otonomi baru. Kalau tidak khusus maka Papua juga berlaku moratorium pemekaran sama dengan provinsi lain di Republik ini.
“Regulasi sudah ada tetapi kemudian ruang itu tidak diketahui oleh masyarakat Papua. Karena ketidaktahuan itulah masyarakat bisa berbuat apa saja. Misalnya mengekspresikan ketidakpuasan atau ketidaksenangan dengan berbagai macam bentuk. Tetapi ketika orang tahu maka masyarakat juga bisa mengawasi dalam pelaksanaan otsus Papua. Misalnya dengan undang-undang nomor 2 tahun 2021, ataupun Peraturan Pemerintah 106 dan 107 yang saat ini sudah berlaku,” ujarnya.
Karena itu dirinya menginisiasi untuk mengisi ruang yang kosong ini. Bahwa perlunya pemerintah membuka ruang kepada publik, dalam bentuk diskusi atau workshop. Sehingga masyarakat Papua bisa mengetahui tentang berbagai kebijakan, regulasi yang telah dibuat untuk Papua.
“Workshop ini kita undang bukan hanya di kota Jayapura tetapi seluruh tanah Papua. Dengan harapan bahwa penting sekali kita menggaungkan kebijakan negara yang sudah diberikan kepada Papua, supaya rakyat tahu. Kemudian kita sendiri juga tahu sebagai pengambil kebijakan dalam mengimplementasikan atau menyusun program kebijakan pembangunan dalam rangka percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Papua,”tambahnya.(roy/tri).