Site icon Cenderawasih Pos

Tidak Ada Kata Terlambat, Diyakini Mengalami Perubahan Positif

Kawasan perbukitan hijau yang merupakan tempat peresapan air hujan di Kota Jayapura , perlu untuk terus dilestarikan, jangan sampai terjadi alih fungsi sebagai lahan perkebunan. (foto: Agung/Cepos)

Upaya Konservasi Lingkungan di Tengah Ancaman Alih Fungsi dan Tuntutan Ekonomi

Laju pembangunan di Kota Jayapura dan sekitarnya, memberikan dampak lingkungan terhadap daerah Kota Jayapura yang sebagian merupakan daerah konservasi. Baik itu di kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop maupun kawasan konservasi di pesisir, hutan bakau. Lantas sejauh mana dampak upaya konservasi lingkungan yang dilakukan selama ini?

Laporan: Carolus Daot & Gamel_Jayapura

Dampak lingkungan, akibat aktifitas manusia di daerah konsevasi, memang sungguh nyata. Beberapa kali kejadian musibah, baik banjir maupun tanah longsor seakan menjadi tanda bahwa alam mengingatkan kita untuk lebih peduli, menjaga dan bersahabat dengan alam. Seperti halnya, musibah banjir bandang dan tanah longsor pada 16 Maret 2019 silam, yang menyebabkan korban jiwa di Kabupaten Jayapura maupun di Kota Jayapura.

A.G Marnata (FOTO:Gamel Cepos)

  Kepada Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Jan Jap Orumeseray menyebut  faktor utama bencana banjir bandang di Sentani Kabupaten Jayapura itu karena curah hujan yang tinggi. Hal inipun tidak terlepas ulah manusia  mengalihfungsikan kawasan cagar alam Cycloop yang membentang dari Kota Jayapura hingga ke Kabupaten Jayapura.     

   Perubahan lingkungan ini telah mempengaruhi kemampuan kawasan Cycloop dalam  menyerap dan menahan air hujan, maupun mengalirkan air saat kemarau.   Terlepas kisah kelam itu, JJO sapaan Kadis KLHK itu, mengharapkan semua pihak hsrus bertanggungjawab untuk mereboisasi hutan tersebut dengan menanam kembali  pohon pohon pada hutan yang sudah gundul.

  “Moment 5 tahun banjir bandang Sentani ini, kita jadikan untuk mengintropeksi diri, sebab banjir bandang itu terjadi karena ulah kita sendiri,” ujarnya, Senin (18/3).

  Dikatakan KLHK Papua bersama  pemerintah pusat, serta stakeholder swasta, juga masyarakat adat, telah melakukan berbagai langkah langkah dalam mereboisasi cagar alam cycloop. Salah satunya Agustus 2023 lalu, mereka mencanangkan penanaman pohon bambu sebagai penyangga, serta batas luar cagar alam Cycloop.

  “Kami sudah menanam sejauh 78 kilo meter bambu di kawasan penyangga gunung Cycloop, yang secara resmi ditandai oleh Pj Gubernur di Pasir 6 Kota Jayapura,” kata JJO.

  Selain itu lanjutnya 16 Maret 2024 lalu KLHK Papua bersama masyarakat adat menanam tananaman produktif di cagar alam Cycloop. Hal ini dilakukan karena dari hasil amatan KLHK bersama Unipa Manokwari, kerusakan cagar alam Cycloop tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat.

  “Mereka nerobos masuk ke dalam hutan mengambil hasil alam, kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup,” bebernya

  “Atas hal itulah kita menanam pohon yang berbuah, yang mempunyai mempunyai nilai ekonomi,” sambungnya.

   Diapun mengharapkan masyarakat dapat merawat bambu-bambu tersebut, sehingga bisa tumbuh dengan baik. Serta mengajak masyarakat tidak melakukan aktifitas di kawasan cagar alam Cycloop.

  “Saya harap banjir Bandang Sentani sebagai sebuah teguran bagi kita, artinya tidak lagi beraktifitas dengan merusak hutan pada cagar alam Cycloop, karena dampaknya sangat besar, dan tentunya merugikan kita sendiri,” pungkasnya.

   Sementara itu, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Papua, A.G Marnata  melihat bahwa dari upaya konservasi yang dilakukan selama ini cukup memberi dampak positif bagi warga. Meski diakui masih  memerlukan waktu untuk mengubah kebiasaan, namun diyakini jika terus dilakukan pendampingan maka persoalan konservasi akan lebih mudah.

    Ia mencontohkan terkait kawasan hutan mangrove di Pantai Hamadi yang sejatinya diinginkan warga untuk tetap terjaga. Begitu juga dengan asesoris dari satwa dilindungi yang mulai dialihkan ke konsep imitasi. Termasuk perlindungan terhadap Cagar Alam Cycloop yang hingga kini  intens dilakukan pemantauan.

  “Kalau saya melihat perubahan untuk menjaga dan melestarikan itu ada. Soal perburuan satwa dilindungi kami pikir itu hanya satu dua orang. Yang sadar dan yang mau berinovasi juga ada. Begitu juga soal perlindungan  bagi kawasan hutan bakau,” kata Marnata menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos di kantornya, Senin (18/3).

   Untuk penimbunan kawasan hutan bakau ini dikatakan semua telah berproses hukum dimana pelakunya tengah menjalani pidana dan di  lokasi tersebut nantinya akan direhabilitasi. Dilakukan penanaman kembali. “Terkait hutan bakau ini saya kan sampai didemo di kementerian sana, saya pikir tidak apa – apa juga silahkan saja,” tambah Marnata.

Yang jelas dikatakan di kawasan konservasi “haram” hukumnya muncul sertipikat. “Saya pikir ini sudah dipahami semua jadi sekalipun mengklaim memiliki tapi tidak bisa mengantongi sertipikat sebab itu melawan hukum namanya,” tutupnya (*/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version