JAYAPURA – Enam hari lagi KPU akan membuka pendaftaran bakal calon kepala daerah pada Pemilu 2024. Pada 27 Agustus nanti masing – masing kandidat telah bisa melakukan pendaftaran resmi untuk selanjutnya dilakukan ferivikasi administrasi.
Hanya dengan waktu yang semakin mepet ini ternyata untuk Provinsi Papua, baru satu sosok yang mengajukan surat pengunduran diri yakni Markus Mansnembra. Markus memilih maju di Kabupaten Biak.
Sedangkan untuk provinsi induk, Papua, ada beberapa nama yang muncul sebagai kandidat. Ada Benhur Tomi Mano, Paulus Waterpauw yang berpasangan dengan Toni Wanggai, dan Mathius Fakhiri berpasangan dengan Aryoko Rumaropen.
Tiga pasangan ini yang telah menyatakan siap untuk maju pada Pilkada nanti. Hanya dari nama – nama di atas, Aryoko Rumaropen yang masih menjabat sebagai ASN aktif. Sedangkan Mathius Fakhiri menjabat sebagai Kapolda Papua aktif.
Sementara Tomi Mano merupakan pensiunan ASN, begitu juga dengan Toni Wanggai yang merupakan mantan anggota Majelis Rakyat Papua. Paulus Waterpauw sendiri merupakan purnawirawan polisi.
Terkait ini Pengamat Politik dan Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih, Melyana R. Pugu mengungkapkan ketika seseorang atau kelompok orang memiliki kekuasaan maka ia dan kelompoknya secara otomatis memiliki kebebasan untuk melakukan sesuatu yang mereka kehendaki.
Memilliki kekuasaan berarti memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku atau sikap orang lain sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan. Dengan memegang kekuasaan maka secara otomatis yang bersangkuatan mempunyai pengaruh.
Kondisi tersebut dikatakan berpeluang terjadi abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan karena mempunyai hak memerintah, hak untuk mengatur atau mengelola sampai pada hak untuk mengambil keputusan penting.
“Penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power saat ini menjadi trending topic, baik di media massa, media cetak maupun media electronik. Abuse of Power merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang pejabat publik atau penguasa dengan agenda kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan individu maupun kepentingan kelompok atau korporasi,” kata Pugu.
Dan bila tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi. Istilah menyebutkan bahwa kekuasaan itu dekat dengan korupsi.
“Jadi kekuasaan yang tidak terkendali akan menjadi semakin sewenang-wenang dan pada akhirnya berujung pada penyimpangan. Makin tinggi jabatannya, makin besar kewenangannya,” beber Melyana.
Ia mengulas bahwa pelaku utama dalam banyaknya kasus penyalahgunaan kekuasaan adalah mereka yang disebut sebagai administrator publik atau pegawai negeri atau aparatur sipil negara (ASN).
Dan terkait Pilkada Provinsi Papua, dengan jadwal yang ditentukan waktu H-7 masih ia menyimak belum banyak calon yang mengundurkan diri dari instansi atau lembaga masing-masing terutama mereka yang wajib sebagai syarat mengundurkan diri.
Meski demikian Melyana menjelaskan bahwa dalam UU nomor 20 tahun 2023 tentang ASN pasal 56 berbunyi : Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon.
Kemudian pada pasal 59 ayat 3 berbunyi, pegawai ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, gubernur dan wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota /wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai Pegawai ASN sejak ditetapkan sebagai calon.
Selain itu Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota pasal 14 ayat 2 huruf r yang berbunyi calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan aparatur sipil negara serta kepala desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon.
Ini artinya secara aturan memang tidak menyalahi namun secara etika tentu terasa kurang elok lagi. “Semua kandidat yang akan berkompetisi sudah tentu mengundurkan diri sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Tentu harus legowo karena pemimpin yang besar adalah pemimpin yang memiliki visi yang maju dan tentu harus memiliki kharisma dan mumpuni atau memahami semua aturan dan regulasi,” tutupnya. (ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos