Site icon Cenderawasih Pos

Papeda, Khas Papua Jadi Tema Google Doodle, Apa Istimewanya?

Google Doodle pada Jumat (20/10) angkat tema Papeda, sajian khas dari Indonesia Timur. (Google)

GOOGLE Doodle, hari ini, Jumat (20/10) menampilkan sesuatu yang unik. Bukan tokoh penting dunia atau dari Indonesia seperti biasanya, bukan juga dalam rangka merayakan hari spesial kenegaraan, kali ini Google Doodle mengangkat tema Papeda.
Ya, Anda tidak salah. Jika hari ini Anda mengakses laman utama pencarian Google lewat perangkat apapun, Anda akan menemukan Papeda jadi ikon utama Google Doodle.
Papeda merupakan sebuah hidangan yang begitu istimewa bagi Indonesia Timur yang merupakan sajian bubur sagu khas yang menjadi makanan pokok bagi masyarakat di sana. Hidangan sederhana ini telah menjadi sajian tradisional Papua dan menjadi bagian integral dari warisan budaya Indonesia.
Dan hari ini, Google merayakan Papeda dengan Doodle-nya. Kenapa? Karena ini merupakan hari pengingat yang mana pada 20 Oktober 2015, Papeda secara resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.
Dilansir dari Direktorat (Ditjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Papeda merupakan makanan berupa bubur sagu khas Papua yang biasanya disajikan dengan mubara atau ikan tongkol yang dibumbui dengan kunyit. Teman papeda ini biasa disebut ikan kuah kuning.
Papeda atau bubur sagu selain makanan pokok masyarakat Papua, juga masyarakat Maluku. Papeda terdapat di hampir semua daerah di Maluku dan Papua. Bahan utama papeda dibuat dari tepung sagu, tepung sagu itu dibuat dengan cara menekok batang pohon sagu atau rumbai.

Dalam sejarahnya, papeda dikenal luas dalam tradisi masyarakat adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, serta Manokwari. Makanan ini kerap hadir pada saat acara penting yang sedang berlangsung di wilayah-wilayah tersebut. Sehingga, papeda masuk dalam daftar kuliner bersejarah yang dibuat dalam tradisi masyarakat setempat.
Seperti sudah disinggung di atas, Papeda terbuat dari sagu, yang merupakan jenis tepung yang diperoleh dari olahan teras batang pohon rumbia (Metroxylon sagu). Pohon yang bisa mencapai tinggi 20 hingga 30 meter ini termasuk dalam keluarga palem-paleman atau pisang-pisangan.
Karena membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya, pohon rumbia umumnya bisa ditemukan di daerah rawa air tawar, aliran sungai, atau lahan basah lainnya.
Pohon rumbia sendiri memiliki banyak manfaat, misalnya daun rumbia kering yang digunakan untuk atap rumah, buah rumbia yang bisa dikonsumsi, pohonnya yang bisa menyerap karbondioksida, hingga sari patinya yang bisa diolah menjadi sagu.
Karena sari pati yang akan digunakan terdapat di batang, maka semakin panjang dan berat batang tersebut, semakin banyak pula tepung sagu yang dihasilkan. Satu pohon rumbia bisa menghasilkan sekitar 150 hingga 300 kg tepung sagu.
Dirangkum dari berbagai sumber kesehatan, bahan makanan yang satu ini juga aman untuk penderita diabetes. Sagu juga bisa meningkatkan kekebalan tubuh serta mengurangi resiko kegemukan, kanker usus, dan kanker paru-paru
Di Papua, sagu memiliki posisi penting dan sangat dihormati karena menjadi sumber energi dan bahan makanan pokok. Beberapa masyarakat adat percaya bahwa sagu merupakan penjelmaan manusia. Bahkan beberapa suku memiliki nama tertentu untuk sagu, misalnya Suku Yaur menyebut sagu dengan nama Moore dan Suku Moi menyebutnya Hi.
Karena keistimewaannya, tak heran, Papeda sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Papua Barat.(*)
Sumber : Jawapos
Exit mobile version