Site icon Cenderawasih Pos

Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Temui Pangdam XVII/Cenderawasih

Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri didampingi Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa dan Kapolda Papua, Irjen Pol Mathius Fakhiri, serta tim penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM Dr Agus Sumule  memberikan keterangan kepada wartawan di Makodam XVII/Cenderawasih Senin (7/11) kemarin. (FOTO: Pendam XVII/Cenderawasih )

Mulai Mendata Kasus  Pelanggaran HAM di Masa Lalu

JAYAPURA– Komitmen pemerintah pusat untuk menyelesaikan persoalan HAM di Papua kembali diseriusi. Ini ditunjukkan dengan diutusnya penyelesaian pelanggaran HAM, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri ke Papua. Meski bukan  sebelumnya ada juga tim – tim serupa yang ke Papua namun  pada jadwal Senin (7/11) Kiki dan tim menyambangi Kodam XVII Cenderawasih.

Kedatangan mereka ditemui langsung  olah Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa bersama Kapolda Papua, Irjen Pol Mathius Fakhiri.

Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Kav Herman Taryaman menyampaikan bahwa pangdam siap mendukung kerja tim ini untuk menyelesaikan kasus- kasus pelanggaran HAM berat dimasa lalu yang terjadi di Papua. Saleh Mustafa mengatakan bahwa presiden melalui tim ini ingin melakukan upaya-upaya non yudisial dengan melakukan investigasi khususnya para korban.

Jadi yang ditangani oleh tim tersebut adalah korban-korban yang terdampak oleh peristiwa pelanggaran HAM. “Rencana besok saya akan ke Wamena menyampaikan ke Bupati Jayawijaya Dandim dan Kapolres untuk membantu tim ini dalam menfasilitasi agar diperoleh validasi data dan verifikasi data tersebut, diharapkan ini bisa ada solusi dengan pendekatan yang humanis,” tambahnya.

Perlu ditunjukkan juga bahwa pemerintah hadir untuk memperhatikan para korban pelangaran HAM tersebut. Letjen TNI (Purn)  Kiki Syahnakri selaku ketua tim mengatakan kedatangannya ia dan tim dalam rangka melaksanakan tugas amanat Keputusan Presiden nomor 17 tahun 2022 tentang penyelesaian secara non yudisial pelangaran HAM berat di masa lalu tanpa menutup kemungkinan penyelesaian secara yudisial.

“Penyelesaian non yudisial ini berbeda dengan penyelesaian secara yudisial, kalau yudisial terfokus kepada pelaku, saksi dan lain sebagainya sedangkan kami hanya menyentuh korban jadi yang harus dilakukan validasi, verifikasi korban dan menjaring apa aspirasi dari korban,” jelas Kiki. Dikatakan jika  sesuai kepres nomor 17, pihaknya merekomendasikan tentang pemulihan korban yang bisa dilakukan secara rehabilitasi fisik, bantuan social, jaminan kesehatan, beasiswa dan bantuan lain sesuai yang dibutuhkan dilapangan.

“Kami bisa melakukan verifikasi, validasi korban seperti yang kami lakukan di Wasior dan itu bisa berjalan karena mendapat bantuan dari para korban, aparat setempat maupun aktifis HAM,” beber Kiki.

Ia menaruh harap masalah pelanggaran HAM berat masa lalu bisa segera ditangani, terselesaikan dengan baik setidaknya apa yang disampaikan pemerintah lewat jaminan-jaminan tadi, lewat upaya pemulihan setidaknya bisa mengobati keluarga korban sehingga terjadi kerukunan sosial dilingkungan masyarakat yaitu persatuan bangsa dan negara” tutupnya. (ade/wen)

Exit mobile version