Site icon Cenderawasih Pos

Jurnalis Jayapura Anggap DPR RI Ngawur

Para jurnalis di Jayapura ketika menyampaikan pernyataan sikap terhadap penolakan RKUHP di Taman Imbi dan DPR Papua, Senin (5/12) .

JAYAPURA – Rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang undang Hukum Pidana (RKUHP) oleh DPR RI pada Selasa (6/12) kembali menuai penolakan.Tak hanya di Jakarta tetapi juga di Papua. Puluhan jurnalis di Jayapura menggelar aksi demo menolak pengesahan RKUHP tersebut.

Pasalnya jika ini gol maka akan membungkam proses demokrasi secara nasional termasuk Papua. Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw menyampaikan bahwa jika RKUHP ini disahkan maka akan membungkam proses demokrasi yang sedang berjalan.

“Wartawan, media hingga narasumber juga bisa dipidana. Ini aneh karena tugas atau kerja kerja jurnalis itu diatur dalam undang – undang pers dan bukan KUHP,” kata Lucky dalam orasinya di DPR Papua, Senin (5/12).

Harusnya kata Pimpred Cepos ini jika ada yang salah dalam penulisan wartawan maka ruang yang bisa digunakan adalah hak jawab, hak koreksi maupun klarifikasi. Bukan langsung dibawa ke ranah pidana.

Hengky Yeimo seorang wartawan Jubi juga menyampaikan bahwa saat ini demokrasi di Papua ikut tumbuh seiring demokrasi secara nasional tapi dengan adanya pembahasan RKUHP ini diyakini akan membungkam kerja kerja pers.

“Lalu kalau kami menulis sedikit sedikit terancam apa ini bukan dari pembungkaman kebebasan pers, ” tanyanya. Ia meminta DPR Papua membantu menyuarakan aspirasi mereka.

“Jika sedikit-sedikit dibungkam ini menutup ruang demokrasi. Ini kemunduran,” tambahnya.

Ditempat terpisah Gamel, wartawan Cenderawasih Pos menambahkan bahwa untuk kesekian kalinya DPR RI mengeluarkan regulasi yang tidak bermutu.

“Pertanyaan kami jika saat ini masyarakat menyandarkan harapan mereka untuk disuarakan lewat pers tapi ada upaya pelemahan dengan hadirnya rencana pengesahan ini apa ini menunjukkan ketidakberpihakan wakil rakyat terhadap konstituennya,” beber Gamel.

Selain itu selama ini draf RKUHP itu tidak pernah dibuka ke publik dan tiba-tiba akan disahkan padahal ada banyak pasal kontroversi yang masih patut dipertanyakan. “Sampai kumpul kebo, alat kontrasepsi dan juga gelandangan ikut dibahas. Kami bingung apa urgensinya coba?,” sindir Gamel.

Ia menyebut akan lebih baik DPR mengevaluasi soal UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah berjalan 2 tahun termasuk memikirkan soal pertumbuhan ekonomi pasca covid ketimbang berbicara soal alat kontrasepsi.

“Kadang DPR RI kita terlalu mengada-ngada. Ada banyak hal yang lebih penting tapi malah membahas yang tidak terlalu urgent,” tutupnya. Sementara anggota Komisi I DPR Papua, Yonas Nusi menyampaikan bahwa ia ikut memonitor isu RKUHP yang secara nasional banyak penolakan.

“Kami mengikuti banyaknya penolakan ini dan sekarang teman teman jurnalis yang menyuarakan di Jayapura. Kami pastikan ini akan segera kami tindaklanjuti meneruskan ke pimpinan dan pemerintah pusat,” singkatnya. (ade/gin)

Exit mobile version