Site icon Cenderawasih Pos

Pasca DOB, Paslon Harus Punya Visi-Misi Peningkatan Ekonomi di Papua

Prof. Dr. Julius Ary Mollet (foto:Yohana/Cepos)

JAYAPURA – Pasca daerah otonomi baru (DOB) dan bertepatan dengan tahun politik, diharapkan pemimpin yang terpilih nantinya bisa menetapkan kebijakan berkaitan dengan peningkatan ekonomi di Papua.

Ketua Pusat Studi Pengembangan Ekonomi Inklusi, dan Pengentasan Kemiskinan Papua LPPM Uncen, Julius Ary Mollet mengatakan kebijakan peningkatan ekonomi di Provinsi Papua termasuk wilayah DOB dengan memanfaatkan setiap potensi yang ada di daerah masing-masing.

Dari pandangan Julius, tahun politik kali ini berbeda dengan periode Pilkada 5 tahun lalu. Pasalnya, Papua sudah mengalami DOB. Denganm begitu, secara otomatis, hal ini juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua yang merupakan provinsi  induk.

“Dampak dari DOB ini pendapat PDRB Papua yang didongrak oleh sektor pertambangan menjadi turun drastis, dan bergeser ke Papua Tengah,” kata Julius kepada Cenderawasih Pos, Kamis (3/10) kemarin.

Khususnya untuk Jayapura yang didominasi oleh sektor jasa, sehingga tantangan terberat bagi para calon gubernur, wali kota dan bupati dituntut bisa membuat kebijakan yang inovatif terkait peningkatan ekonomi berdasarkan potensi yang ada ada di daerahnya masing-masing.

Menurut Julius, saat ini pemerintah bisa mengembangkan pertumbuhan ekonomi dari potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerahnya. Seperti halnya Papua Selatan yang telah meningkatkan sektor pertaniannya, begitu juga dengan Papua Tengah dan Pepua Pegunungan yang telah melakukan hal serupa.

“Yang harus dipertanyakan saat ini adalah apakah setiap kepala daerah memiliki visi dan misi, untuk pengembangan ekonomi kedepan,” ujarnya.

Prof. Ary menyebut tantangan terberat yang dihadapi  Provinsi Papua saat ini ada dua, yaitu high cost production (biaya produksi tinggi) contohnya, seperti baju batik Papua yang mana hampir 100 persen diproduksi di luar Papua.

Hal ini disebabkan bahan baku pembuatan batik di Papua jauh lebih besar ketimbang diproduksi di pulau Jawa.

“Teori ekonomi selalu beranggapan bahwa konsumen akan mencari produk yang mirip, tidak perlu sama tetapi harganya rendah, hal ini juga yang membuat pengusaha batik Papua susah berkompetisi, selain itu pabrik di Papua tidak ada,” jelasnya.

Lanjutnya, tantangan kedua berkaitan dengan hak ulayat. Selama hak ulayat tidak diselesaikan maka investasi tidak akan masuk. Artinya, perusahaan-perusahaan swasta tidak dapat masuk.

“Jika tidak ada investasi yang masuk di Papua, secara otomatis tidak ada penyerapan tenaga kerja di Papua, padahal setiap tahunnya lebih dari ribuan mahasiswa sarjana di Papua. Untuk itu yang perlu diperhatikan adalah tuntaskan permasalahan hak ulayat di Papua,” pungkasnya. (ana/fia)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version