Site icon Cenderawasih Pos

Prabowo Tak Pantas Dapat gelar Jenderal Kehormatan

Frits Ramandey (foto:Elfira/Cepos)

Komnas HAM : Pemberian Gelar Sifatnya Politis, Tidak Ada Hubungannya dengan Mekanisme Pelanggaran HAM

JAYAPURA – Presiden Joko Widodo baru saja memberikan gelar Jenderal Kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Rabu (28/02). Keputusan Jokowi itu dipertanyakan banyak pihak, ada yang sepakat namun ada juga yang menolaknya.

Kepala Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, mengatakan pemberian gelar kehormatan kepada mantan Komandan Batalyon itu bukan pertama kalinya. Sebelumnya juga terjadi pada komandan TNI lainnya.

“Pemberian kenaikan pangkat sifatnya politis, tidak ada hubungannya dengan mekanisme pelanggaran HAM,” kata Frits, kepada Cenderawasih Pos, Kamis (29/3).

Frits tak menampik bahwa di Orde Baru transisi ke reformasi, nama prabowo disebut diberbagai kasus misalnya kasus Trisakti, penghilangan aktivis termasuk operasi di Mapenduma, Provinsi Papua Pegunungan.

“Masalahnya sampai hari ini dalam mekanisme undang undang 39 dan undang undang 26, Komnas HAM belum menetapkan nama Prabowo sebagai pelaku pelanggaran HAM Berat. Itu problem utama dalam mekanisme penanganan kita dalam rangka menentukan seseorang sebagai pelaku pelanggaran berat,” bebernya.

Selain itu, dalam konteks Papua, nama prabowo kerap dikaitkan dengan operasi pembebasan sandera di Mapenduma, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Komnas HAM sendiri mengakui bahwa peristiwa itu memakan banyak korban hingga ada yang meninggal dunia.

Tetapi juga mereka yang disandera sampai hari ini belum dibawa dalam sebuah mekanisme formal berdasarkan undang undang untuk ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM Berat dengan menyebut institusi dan oknum pelaku.

“Pemberian gelar kehormatan tidak menggugurkan peristiwa peristiwa yang patut diduga terjadi pelanggaran HAM di masa lalu. Selain itu, pemberian gelar tersebut harus dipahami sebagai mekanisme interen TNI yang mungkin saja panglima TNI mengajukan kepada Presiden untuk pemberian gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo,” kata Frits.

Hanya saja kata Frits, dengen pemberian gelar seperti ini, Pemerintah juga harus bersedia memberi penjelasan kepada masyarakat.

“Dengan pemberian gelar ini, menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Prabowo jika nanti menjadi Presiden untuk memperbaiki citra HAM di masa lalu yang namanya kerap disebut,” tegasnya.

Sementara itu, Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP) Yan Cristian Warinussy, menyebut tak pantas seorang Prabowo mendapatkan gelar Jenderal Kehormatan. Mengingat mantan Panglima Kostrad itu diberhentikan berdasarkan keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) TNI Angkatan Darat.

“Dengan pemberian gelar tersebut menimbulkan cibiran di kalangan masyarakat Indonesia secara umum dan juga kita para aktivis kemanusiaan di Papua. Bagaimana bisa Prabowo yang tidak lagi menggunakan atribut militer namun diberikan gelar Jenderal Kehormatan oleh seorang Presiden,” ujarnya.

Yan juga mempertanyakan TNI sebagai teritorial negara yang tidak melakukan komplain atas gelar yang diberikan kepada Prabowo. Padahal ini adalag tindakan yang tidak benar.

“Sekalipun Presiden sebagai Panglima tertinggi, namun tidak serta merta Jokowi memberikan gelar kehormatan kepada seseorang yang dengan nyata merupakan orang yang sudah dicopot jabatan pangkat militernya dengan sebuah keputusan dari dewan kehormatan militer,” tegasnya.

Selain itu, Prabowo juga memiliki latar belakang sebagai seorang yang dituduh melanggar HAM kendati belum pernah dibawa ke pengadilan HAM. Padahal, pria yang sedang menjabat Menhan ini diduga keras terlibat dalam kasus Mapenduma dan kasus lainnya.

“Pemberian jenderal penghormatan kepada Prabowo menurut saya tidak pantas dan tidak etis, membuat masyarakat mencibir demokrasi Indonesia yang sudah dibangun dengan susah payah,” tandasnya. (fia/wen)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version