Site icon Cenderawasih Pos

Lukas Enembe Akhirnya Mau Jalani Cuci Darah

Lukas Enembe mendapat kunjungan dari tim dokter dari Singapura Dr. Patrick Chang dan Dr. Fransisco Salcido, Selasa (31/10) kemarin. Mereka membujuk Lukas Enembe harus menjalani prosedur dialisis atau cuci darah, sebab jika tidak menjalani cuci darah, nyawa mantan gubernur Papua itu tidak bisa diselamatkan. (foto:TPHLE for cepos)

JAYAPURA – Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe akhirnya bersedia menjalani prosedur dialisis atau cuci darah, setelah sebelumnya enggan melakukan cuci darah.

“Jumat (3/11) Lukas Enembe kembali jalani cuci darah untuk ketiga kalinya,” kata anggota Tim Penasihat Hukum Lukas Enembe (TPHLE), Petrus Bala Pattyona, saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (31/10) kemarin.

Petrus membeberkan, kliennya itu bersedia cuci darah setelah kedatangan dua dokter spesialis dari Singapura pada Sabtu (28/10). Mereka berhasil meyakinkan Lukas Enembe untuk melakukan cuci darah.

“Dokter pribadi Lukas itu benar benar meyakinkannya, bila tidak segera dicuci darah, bisa membahayakan jiwa Pak Lukas,” kata Petrus kepada Cenderawasih Pos.

Kata Petrus, bila setiap minggu dokter mewajibkan Lukas Enembe menjalani tiga kali cuci darah. Maka sudah sepantasnya hakim Pengadilan Tinggi memberikan status tahanan kota pada Lukas Enembe.

“Kami mohonkan demi kemanusiaan agar Lukas dialihkan statusnya jadi tahanan kota,” kata Petrus.

Koordinator TPHLE, Prof. Dr. O.C. Kaligis, SH, MH, satu-satunya cara kesembuhan kliennya itu adalah dengan mengikuti prosedur dialisis atau cuci darah.

“Tim dokter dari Singapura Dr. Patrick Chang dan Dr. Fransisco Salcido tiba di RSPAD, ruang Kartika 2, sekira pukul 16.00 WIB, Sabtu, (28/10). Mereka langsung mengunjungi Lukas Enembe, memeriksa kesehatannya. Seluruh tubuh Lukas keracunan, karena ginjal Lukas tidak berfungsi lagi,” terangya sebagaimana penyampaian dokter.

Menurut saran dokter Singapura, yang disampaikan kuasa hukumnya, tidak ada gunanya dirawat di Singapura karena dia terlalu lemah. Status kesehatannya dalam bahaya.

“Bila tidak cuci darah langsung, nyawanya tidak bisa diselamatkan. Ia (Lukas-red) bisa meninggal sewaktu-waktu karena gagal jantung,” tandas Kaligis.

Diceritakannya, saat dikunjungi dokter Singapura, Lukas Enembe sempat menolak untuk cuci darah. “Setelah berdiskusi panjang lebar, dan melalui nasehat, bujukan dari dokter Singapura, tim pengacara Lukas, Lukas dan keluarga akhirnya sepakat bahwa Lukas akan dirawat lebih lanjut sesuai prosedur dialisis.

Tindakan harus dilakukan oleh dokter-dokter di Indonesia. Salah satu syarat yang diminta Lukas yaitu perawatan dialisis, harus dihadiri dan disaksikan oleh dokter Singapura. Kehadiran dokter Singapura adalah wajib dan harus, dan meyakinkan Lukas supaya mantan gubernur itu lebih percaya” pungkasnya.

Sementara itu Wakil Ketua I DPR Papua, Dr Yunus Wonda menyampaikan bahwa terkait kondisi kesehatan mantan gubernur, Lukas Enembe, DPR Papua akan bersurat ke Presiden, Menkopolhukam dan lembaga terkait agar ada kebijakan yang bisa diambil dengan melihat kesehatan terdakwa yang kini tengah mengajukan banding.

Ini setelah adanya sekelompok pemuda yang datang ke DPR kemudian  meminta agar DPR bisa meminta pemerintah dan lembaga terkait memberikan keringanan atau kebijakan lain untuk membantu proses penyembuhan.

“Kemarin memang saya sempat menerima aspirasi tersebut dan ini akan kami tindaklanjuti dengan meneruskan surat para pendemo dan ada lampiran juga dari kami lembaga DPR,” jelas Yunus Wonda di kantor DPRP, Senin (30/10)

Dikatakan, para kelompok muda yang menyampaikan aspirasi ini tetap menghargai proses yang sedang berjalan namun disini  mereka meminta pengadil bisa melihat dari aspek kesehatan.

“Saya pikir DPR juga sama. Kami menghormati proses yang sedang berjalan  dan semua harus tunduk. Hanya persoalannya saat ini Lukas  Enembe tidak dalam kondisi kesehatan yang baik. Kondisinya jauh dari kata sehat dan setiap warga negara memiliki hak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang sesuai,” beber Yunus.

Negara menurutnya harus melihat dari sisi kemanusiaan dimana kasus serupa juga pernah dialami Presiden Soeharto yang akhirnya mendapat amnesty. “Kami mau katakan bahwa perubahan wajah Papua itu terjadi di zaman Lukas Enembe dan almarhum Klemen Tinal. Sama seperti pak Soeharto yang juga dianggap berjasa bagi bangsa,” ucap Yunus.

“Jadi isi surat hanya meminta lembaga peradilan atau kementerian dan presiden bisa mempertimbangkan kondisi kesehatan beliau. Minimal mendapat penanganan kesehatan yang lebih baik,” tutup Yunus. (fia/ade/wen)

Exit mobile version