Site icon Cenderawasih Pos

Anwar Usman Bakal Dilaporkan ke Dewan Kehormatan MK

Ilustrasi: Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat memimpin sidang putusan uji materi Undang-Undang (FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) dibanjiri kritik seiring putusan yang membuat norma baru dalam pengujian UU perihal syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Bahkan, kritik juga datang dari Yusril Ihza Mahendra yang notabene bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang ditengarai kuat akan mengusung Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Yusril yang berstatus ketua umum Partai Bulan Bintang mengaku tidak bisa melepaskan jati diri sebagai akademisi. Menurut dia, diktum putusan MK sangat problematik. Sebab, diktumnya menyatakan umur 40 tahun itu bertentangan dengan UUD 1945 kecuali dimaknai pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Jika ditelisik lebih dalam, hanya tiga hakim yang bersepakat dengan putusan itu.

Dalam pandangannya, concurring opinion yang disampaikan hakim Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic masuk dalam dissenting opinion. Sebab, yang disetujui dua hakim itu adalah minimal berpengalaman sebagai gubernur. ”Jadi, sebenarnya ada enam hakim tidak setuju dengan putusan itu dan hanya tiga hakim yang setuju,” ujarnya dalam diskusi di Jakarta kemarin (17/10).

Dalam kacamatanya, MK telah melakukan kesalahan fatal. ”Saya kira ini bisa ada penyelundupan hukum di dalamnya, bisa ada kesalahan, tidak nyambung dalam putusannya,” tegasnya.

Sebagai anggota KIM, Yusril akan menyampaikan pendapat itu kepada Prabowo Subianto. Namun, jika Prabowo tetap memilih Gibran, dia siap mengikuti. Setidaknya, dia sudah mengingatkan.

Wakil Ketua Komisi II Yanuar Prihatin juga menilai putusan MK terkesan sangat dipaksakan. Seperti mencari celah untuk mengakomodasi cawapres tertentu. ”Kepentingan politik terasa lebih kuat ketimbang supremasi hukum,” ucapnya.

MK memang tetap mempertahankan usia 40 tahun bagi capres dan cawapres sebagaimana diatur UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun, dengan menambahkan alternatif sebagai norma baru, menjadikan posisi MK bukan lagi penjaga konstitusi, melainkan sudah tergelincir dalam kompetisi politik. ”Pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah adalah norma baru yang tidak pernah diatur dalam UU Pemilu,” tegasnya sembari menyebut MK telah melampaui kewenangannya.

Kendati demikian, kata dia, putusan MK bersifat final dan mengikat. Tidak ada pilihan, harus dilaksanakan. Hanya, putusan itu memerlukan revisi UU Pemilu untuk menjadi pedoman KPU dalam pendaftaran capres/cawapres. Lantaran waktu sudah sangat mepet, mengingat pendaftaran capres-cawapres dibuka pada 19–25 Oktober 2023, mekanisme perubahan UU Pemilu kemungkinan ditempuh melalui perppu.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyatakan akan terus memonitor pemahaman atau respons masyarakat terhadap putusan MK tersebut.

”Sebagai koridor hukum, kami hormati (putusan MK itu),” katanya di sela pelantikan DPW Nasdem Banten di Kota Tangerang kemarin. Pihaknya akan fokus pada pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang dijadwalkan mendaftar ke KPU besok (19/10).

Terpisah, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menduga ada persekongkolan untuk melanggengkan kekuasaan dari putusan MK tersebut. MK juga dinilai telah terjebak dalam pusaran politik yang sangat mencederai demokrasi dan konstitusi. ”Hal ini sarat akan persekongkolan jahat antara lembaga eksekutif dan yudikatif demi mewujudkan politik dinasti,” ungkap Koordinator Media BEM SI 2023 Ragner Angga MHJ.

Para mahasiswa akan turun ke jalan. Diperkirakan, bakal ada 2 ribu mahasiswa dan elemen masyarakat yang akan demo di depan Istana Negara pada Jumat (20/10). ”Kami dari aliansi mahasiswa mengajak kalangan mahasiswa dan masyarakat dari semua elemen untuk melakukan aksi di Istana Negara yang bertujuan mengevaluasi kinerja 9 tahun Jokowi,” ungkapnya.

Sementara itu, putusan MK terkait usia capres-cawapres dianggap mengandung pelanggaran pidana dan kode etik. Menurut Koordinator Persatuan Advokat Nusantara Petrus Selestinus, setidaknya terdapat tiga dugaan pelanggaran, yakni conflict of interest, nepotisme, dan manipulasi putusan.

Menurut Petrus, pihaknya pernah meminta Ketua MK Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari tujuh perkara uji materi batas usia capres-cawapres. Sebab, ditengarai itu berkaitan dengan Gibran sehingga terdapat konflik kepentingan.

Sesuai Pasal 17 Ayat 5 UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa seorang hakim wajib mengundurkan diri bila berkepentingan langsung dan tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa. Dalam ayat selanjutnya, jika ada pelanggaran tersebut, putusan dianggap tidak sah dan hakim dikenai sanksi administratif atau dipidana sesuai perundang-undangan.

Selain itu, putusan MK itu menunjukkan adanya manipulasi putusan. Sebab, terdapat tiga kubu hakim. Empat hakim menolak, dua hakim memaknai berpengalaman sebagai gubernur serta menyatakan perubahan batas usia wewenang DPR, dan tiga hakim setuju. ’’Seharusnya putusan MK tidak bisa menerima karena hakim terbelah dalam tiga kubu,’’ jelasnya.

Namun, Anwar Usman justru memasukkan dua hakim menjadi setuju. Sehingga, ketua MK diduga melakukan pelanggaran masif dan terstruktur. ”Karena itu, kami akan laporkan ke Dewan Kehormatan MK dan Bareskrim untuk pidananya,” tuturnya. (far/idr/lum/wan/mia/c17/fal)

Exit mobile version