Site icon Cenderawasih Pos

Pastikan Tak Ada Dwifungsi TNI

Mayjen TNI Nugraha Gumilar (FOTO:DOK PUSPEN TNI)

JAKARTA – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar angkat bicara soal penempatan prajurit TNI di tubuh aparatur sipil negara (ASN) dan sebaliknya. Dia menegaskan, pihaknya patuh dan masih menunggu aturan resminya.

Gumilar menyampaikan bahwa sampai saat ini pihaknya juga masih menunggu aturan turunan dari UU ASN itu terbit. ”Sampai dengan saat ini untuk PP penjabaran UU Nomor 20 Tahun 2023 belum terbit,” ungkap dia, kemarin. Jenderal bintang dua TNI itu menyampaikan bahwa pengisian jabatan ASN dan TNI sudah diatur dalam pasal 19 dan pasal 20 UU ASN.

Menurut Gumilar, UU ASN sudah jelas menyatakan bahwa jabatan ASN bisa diisi oleh TNI. Pun demikian sebaliknya. Jabatan TNI bisa diisi oleh ASN. ”Di pasal 19 untuk jabatan ASN diisi TNI, di pasal 20 untuk jabatan TNI diisi ASN,” imbuhnya. Dia menegaskan, TNI merupakan alat negara yang tidak bergerak sembarangan. Institusi militer tanah air itu mengambil langkah atas perintah negara yang berdasar pada UU.

Selain itu, prajurit TNI pun tidak hanya dilatih kemampuan fisik, tempur, dan teknisnya saja. Tapi juga manajemen di segala bidang dan sektor. Sejauh ini, sudah ada prajuti TNI dari level letnan kolonel, kolonel, sampai perwira tinggi yang ditempatkan di pos-pos jabatan ASN di berbagai instansi.

Keterangan itu ditegaskan oleh Gumilar guna merespons kekhawatiran beberapa pihak terkait dengan potensi kembalinya dwifungsi TNI setelah RPP ASN rampung dan diterapkan. Menurut dia, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa UU ASN dan RPP ASN akan mengembalikan dwifungsi TNI yang sudah dihapus sejak reformasi. ”Terlalu dini menyimpulkan seperti itu. TNI fokus bekerja atas dasar UU,” jelasnya.

Pandangan berbeda disampaikan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya Saputra. Dia menyayangkan aturan yang memperbolehkan jabatan sipil di instansi pusat diisi anggota TNI-Polri. Menurut Dimas, kebijakan itu jelas melahirkan kembali dwifungsi ABRI. ”Itu yang dulu ditentang masyarakat dan melahirkan reformasi,” ujarnya.

Dimas mengaku heran dengan kebijakan tersebut. Saat reformasi 1998, lanjutnya, masyarakat menuntut pencabutan dwifungsi ABRI. Tuntutan itu merupakan imbas dari banyaknya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan pola kekerasan berbasis kebijakan yang memperbolehkan militer masuk dalam kerangka pembangunan. ”Akhirnya melahirkan fenomena politisasi militer,” terangnya.

Dimas menyebut kembalinya kebijakan dwifungsi ABRI berbahaya bagi demokrasi. Sebab, dalam kerangka demokrasi, negara harus memisahkan ruang sipil dan militer. Dalam hal ini, sipil yang mengurusi tata kelola pemerintahan dan berperan dalam mendesain kerangka kebijakan negara. ”Sementara ruang militer itu sebagai alat pertahanan negara,” ungkapnya.

Ketika dua ruang tersebut dicampur, lanjut Dimas, maka politisasi militer bakal terjadi. Dimas menyebut militer akan digunakan sebagai alat kekuasaan. ”Bukan lagi menjadi alat pertahanan keamanan,” paparnya. Nah, situasi itulah yang dulu pernah terjadi dan melahirkan reformasi 1998.

Terpisah, dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, kemarin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan, secara umum pengisian jabatan ASN oleh TNI dan polri dapat dilakukan untuk jabatan tertentu pada instansi pusat tertentu secara resiprokal. Hal ini yang diatur dalam UU ASN mengenai pengisian jabatan ASN, TNI, dan polri secara resiprokal. ”Sekali lagi pengisian jabatan ASN dan TNI dan Polri dapat dilakukan untuk jabatan tertentu, pada instansi pusat tertentu,” jelasnya.

Jika merujuk pada UU 34/2004 tentang TNI, pada pasal 47 disebutkan bahwa Prajurit aktif dilarang menduduki jabatan sipil di luar 10 institusi. Yakni, di kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Lebih detail, ada sejumlah poin penting dalam pengisian jabatan lintas instansi ini. Untuk prajurit TNI dan anggota Polri yang akan menduduki jabatan ASN pada instansi pusat ini, ditegaskan bahwa prajurit TNI dan anggota POlri tidak dapat beralih status menjadi ASN.

Kemudian, yang bersangkutan harus memenuhi kualifikasi pendidikan, kompetensi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak/pengalaman jabatan yang relevan, kesehatan, integritas, dan persyaratan jabatan lain sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.

Terkait pangkat, disyaratkan paling kurang setara dengan tingkatan jabatan ASN yang akan diduduki sesuai persetujuan menteri. Serta, berusia paling tinggi satu tahun sebelum batas usia pensiun TNI Polri.  ”Pengisian ini harus diisi oleh talenta terbaik dari TNI dan Polri,” ungkapnya.

Sedangkan, untuk ASN yang akan mengisi jabatan di lingkungan TNI-Polri diperkenankan untuk diangkat dalam jabatan tertentu yang bukan jabatan ASN pada organisasi TNI dan Polri. Lalu, penempatan PNS di kedua instansi ini akan diperhitungkan sebagai pengembangan karir dalam mekanisme penugasan.

Sama seperti syarat prajurit TNI dan anggota Polri yang mengisi jabatan ASN, para PNS yang akan masuk di tubuh kedua instansi ini harus memiliki memenuhi kualifikasi pendidikan, kompetensi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak/pengalaman jabatan yang relevan, kesehatan, integritas, dan persyaratan jabatan lain sesuai dengan jabatan yang akan diduduki. Kemudian, jabatan tertentu yang dapat diisi oleh PNS paling kurang setara dengan jabatan ASN sebelumnya

”Kesetaraan jabatan yang dapat diisi oleh PNS ditetapkan dengan keputusan panglima TNI atau Kapolri setelah mendapat persetujuan menteri,” jelasnya.

Selain resiprokal pengisian jabatan ASN, TNI, dan POlri ini, Anas turut menjelaskan mengenai penguatan budaya kerja dan citra institusi yang masuk dalam pokok-pokok substansi manajemen ASN. Dia menegaskan, nilai dasar berakhlak, kode etik, dan kode perilaku menjadi panduan pegawai ASN dalam berperilaku. Setiap instansi wajib menginternalisasi nilai-nilai tersebut pada pegawai ASN dan mendorong kinerja ASN.

”Hasil evaluasi kinerja pegawai akan menjadi basis penentuan dalam 3 hal. Pertama, pemberian insentif atau bonus. Kedua, penyesuaian gaji pegawai, dan yang ketiga adalah pengembangan karir dan pemberhentian,” papar Anas.

Ya, Manajemen ASN ini nantinya juga mengatur sampai persoalan pemberhentian ASN. Jika sebelumnya ASN seolah jadi pekerjaan yang tak tersentuh kata pemecatan atau pemberhentian, maka PP ini nantinya bakal tegas soal aturan tersebut.

Anas menjelaskan, pemberhentian ASN ini akan meliputi tiga hal. Pertama, pemberhentian atas permintaan sendiri yakni pengunduran diri. Kedua, pemberhentian tidak atas permintaan sendiri yang diberikan apabila ASN  melakukan penyelewengan sesuai dengan undang-undang dasar, meninggal dunia, mencapai batas pensiun, perampingan organisasi, tidak berkinerja, melakukan pelanggaran disiplin berat, melakukan tindak pidana, hingga menjadi anggota atau pengurus partai politik.

Terkait poin tindak pidana ini, Anas dalam kesempatan sebelumnya sempat menyebut bahwa ASN yang dihukum penjara paling singkat 2 tahun bisa diberhentikan dari status abdi negara. Kemudian, kehadiran PP Manajemen ASN ini juga akan mempermudah pemecatan bagi ASN yang tidak memenuhi target kinerja. ”Banyak sekali ASN kadang tidak berkinerja, bahkan sangat rendah, bahkan tidak bekerja sama sekali tapi tidak bisa diberhentikan. Dengan dengan adanya aturan ini tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan ASN yang kinerjanya buruk,” tegasnya.

Ketiga, pemberhentian sementara apabila ASN tersebut diangkat menjadi pejabat negara, komisioner atau lembaga non structural, dan cuti di luar tanggungan negara.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi, Informasi Publik KemenPANRB Mohammad Averrouce menambahkan, pemberhentian ASN ini tentunya diterapkan sesuai dengan PP 94/2021 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Artinya, pemecatan tidak serta merta dilakukan. Tapi, melalui teguran untuk perbaikan terlebih dahulu. (syn/tyo/mia)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version