Site icon Cenderawasih Pos

OJK: Pahami Kejahatan Digital Jelang Idul Fitri

LITERASI FINANSIAL: Dari kiri, Executive in Charge Astra Financial Rudy Chen, Friderica Widyasari Dewi, dan Suparno Djasmin dalam acara talkshow literasi keuangan digital bertajuk: Cerdas dan Aman Bertransaksi Digital di Jakarta, kemarin (2/4). (FOTO:M Ali /Jawa Pos)

JAKARTA – Dalam menghadapi tantangan digitalisasi finansial, literasi keuangan dan digital menjadi kunci bertransaksi yang aman. Mengingat, masifnya aduan masyarakat mengenai transaksi keuangan digital. Terutama, keamanan data dan privasi data konsumen yang disalahgunakan.

Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah transaksi perbankan digital (digital banking) pada Februari 2024 mencapai Rp 5.103,03 triliun. Tumbuh 19,72 persen secara tahunan.

Director in Charge (DIC) Astra Financial Suparno Djasmin mengatakan, pihaknya sangat memerhatikan terhadap keamanan dan kenyamanan bertrsansaksi keuangan digital bagi masyarakat. Oleh karena itu, perseroan secara rutin dan terus menerus memberikan edukasi kepada berbagai kelompok masyarakat.

  “Kami berharap, literasi keuangan dan digital menjadi kunci bagi perkembangan unit bisnis di bawah Astra Financial kedepannya,” kata Djasmin dalam acara Astra Financial Talks: Cerdas dan Aman dalam Bertransaksi Digital di Jakarta, kemarin (2/4). Sepanjang 2023, Astra Financial bersama seluruh unit bisnisnya telah memberikan manfaat program literasi keuangan kepada lebih dari 19 ribu masyarakat.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen merangkap anggota Dewan Komisioner OJK Friderica Widyasari Dewi mengakui bahwa kejahatan digital saat ini marak dan berada di sekitar kita. Hal itu menjadi perhatian serius para pelaku keuangan di seluruh dunia. “Kejahatan digital bentuknya macam-macam bisa berupa social enginering, phising, card tapping, dan skimming,” ujarnya.

Perempuan yang akrab disapa Kiki itu menegaskan, pentingnya mengenali modus kejahatan digital yang sering terjadi selama Ramadan. Antara lain, social engineering yang merupakan tindakan memanipulasi psikologis korban untuk mendapatkan data dan informasi pribadi. Tujuannya membobol akun keuangan korban. “Contohnya, penipuan melalui telepon seolah-olah dari call center bank,” ucapnya.

Selain itu, modus phising melalui pesan pengiriman parsel. Momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri acap kali dirayakan dengan berbagi parsel kepada kerabat. Bisa juga berupa undangan, tagihan, maupun bukti pengiriman.

Nah, penipu mengirimkan pesan yang meminta korban untuk membuka atau mengunduh suatu dokumen atau aplikasi. Modus tersebut memancing korban untuk mendapatkan informasi atau data pribadi. Seperti username, password, m-banking, dan lain-lain. “Jadi hati-hati, jangan sembarangan buka dan unduh aplikasi yang kita tidak yakin,” tuturnya. (han/dio)

Exit mobile version