Site icon Cenderawasih Pos

Tak Ingin Ada Kecemburuan Sosial, Ojek OAP Minta Diberdayakan

Aksi demo sekelompok pengojek OAP yang meminta agar ada pemberdayaan kepada warga pribumi di Kantor Dinas Perhubungan Darat Kabupaten Jayawijaya, Senin (6/3), kemarin. (FOTO:Denny/ Cepos)

WAMENA–Puluhan tukang ojek dan sopir angkutan umum yang ada di Pasar Jibama menuntut agar Dinas Perhubungan Darat Kabupaten Jayawijaya agar memberdayakan warga pribumi. Koordinator aksi, Athen Asso menegaskan, tuntutan ini untuk memperkuat aspirasi yang disampaikan di Lapangan Pendidikan beberpa waktu lalu.

Athen Asso menilai, ruang gerak dari masyarakat pribumi semakin hari semakin sempit, sebab pekerjaan yang lainnya sudah diambil, sehingga khusus untuk ojek, tolong diberikan kepada orang pribumi.

“Kami sebenarnya ingin bekerja, hanya saja ruang gerak kami dipersempit, mulai hari ini, tolong berikan sedikit ruang gerak untuk kami melakukan pekerjaan, ada perbedaan di lapangan, jujur saja pengojek yang dari luar sudah merebut kepercayaan dari warga kami yang ada di sini,”katanya.

Sekarang mama –mama yang berjualan di pasar, kalau mau naik ojek saja itu tidak ke anak Papua, karena merasa takut, oleh karena itu, pihaknya sudah mengimbau ke pengojek OAP untuk memperhatikan kelengkapan motornya, baik itu helm, rem belakang dan depan, lampu sen, kiri –kanan, karena penumpang kalau sudah naik di kendaraan itu, harus menjadi prioritas agar bisa merebut kepercayaan itu kembali.

“Sikap kami, apapun alasannya, jangan memberikan kesempatan kepada pengojek dan sopir Angkot dari luar bergerak, sebab kalau diberikan kesempatan, maka akan terjadi kecemburuan sosial dan kalau itu sudah muncul, pasti pemerintah yang akan dipusingkan juga, kami akan menunggu keputusan pemerintah,” beber Asso.

Secara terpisah, Plt Kepala Dinas Perhubungan Yudha Dafarius Dabi, S.Sos menyatakan, ketika dikonfirmasi menyatakan, dua aksi yang dilakukan sekelompok masyarakat itu terkait masalah ojek,  di mana yang datang pertama teman –teman dari non orang asli Wamena, kemudian yang kedua adalah orang asli Wamena.

“Undang –undang No 22 Tahun 2009 tentang angkutan dan trasnportasi, di situ tidak bisa membatasi antara non OAP atau OAP, undang –undang itu sama dengan adat, sehingga tak bisa lagi diubah–ubah,” bebernya.

Yudha memastikan, tidak bisa mengambil keputusan itu, karena dari sisi undang –undang, setiap masyarakat memiliki hak untuk mencari hidup dan nafkah yang sama, oleh karena itu, aspirasi yang telah disampaikan ini akan dibawa kepada pimpinan daerah, sesuai Tupoksinya.(jo/tho)

Exit mobile version