Site icon Cenderawasih Pos

Ada Burung Anti Keributan, Ada Monyet Suka Ganggu Anak Kecil

Kepala Kandang Transit Jayapura, Laode Irianto Subu, saat memperlihatkan satwa yang ditampung di Kandang Transit BKKSDA Jayapura, kepada Cendrawasih pos, Kamis (26/9). (foto: Karel/Cepos)

Menyambangi Kandang Transit BBKSDA Papua, Kandang Terakhir Bagi Flora dan Fauna Sebelum Dilepasliarkan

Satu unit kerja dari Balai Besar Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Papua adalah Kandang Transit. Kandang ini untuk menampung tumbuhan maupun satwa liar sebelum dilepasliarkan. Cenderawasih Pos sempat jalan-jalan kesana.

Laporan: Karolus Daot-Jayapura.

Jarak kandang transit dengan pusat Kota Jayapura berkisar 15 Km. Jika ditempuh dengan kendaraan bisa memakan waktu 24 menit untuk sampai dilokasi. Adapun kandang transit itu berfungsi menampung merawat tumbuhan dan satwa yang diperoleh dari warga sebagai bentuk sitaan atau penyerahan secara sukarela maupun temuan hasil rescue tim BBKSDA.

Kandang ini menampung berbagai jenis mulai hewan melata, reptile, aves  maupun hewan pengerat dan lainnya. Fungsinya adalah mengembalikan habbit atau karakter asli hewan tersebut agar kembali seperti semula. Liar dan bisa langsung beradaptasi dengan ekosistem ketika dilepas.

Cenderawasih Pos sempat jalan – jalan ke lokasinya di Buper Waena dan posisinya  Kandang transit yang di Buper ini memiliki 3 blok penampungan. Blok penampungan baik tumbuhan terpisah dengan penampungan satwa. Khusus satwa dari berbagi jenis hewan yang ada dipilah lagi dengan melihat jenis dan sifat. Seperti burung kasuari harus ditampung pada satu kandang khusus yang ukurannya cukup besar.

Di dalamnyapun dibuat dalam bentuk kamar atu blok kecil untuk menampung burung tersebut. Ini menyesuaikan dengan kebiasaan satwa ketika berada di hutan. Kemudian ada burung nuri, kaka tua, monyet serta beberapa satwa liar lainnya digabung dalam satu kandang. Hanya saja di dalam kandang tersebut juga dibuat dalam bentuk blok kecil sesuai ukuran.

Sementara untuk Burung Cendrawasih selain kandangnya khusus, tapi juga letaknya dengan kandang satwa lainnya diberikan jarak. “Hal itu karena hewan Cenderawasih cukup sensitif, mudah stres jika berhadapan dengan orang banyak. Selain itu mudah mati jika berbaur dengan satwa laiinya,” kata Kepala Kandang Transit Laode Irianto Laode Irianto Subu, Kamis (26/9).

Ia menjelaskan bahwa Cenderawasih adalah burung yang paling anti dengan keributan sehingga kandangnya memang diseting harus berjarak sebab jika tidak maka akan semakin sulit burung berbulu indah ini menyesuaikan sebelum dilepasliarkan. Lalu menyangkut proses perawatan atau biasa disebut habituasi tumbuhan dan satwa dijelaskan Laode bahwa hal tersebut dilakukan berdasarkan hasil identifikasi.

Hewan peliharaan biasanya dihabituasi selama berbulan bulan. Hal itu terjadi karena sudah terlanjur jinak dengan manusia sehingga untuk mengembalikan sifat liarnya butuh proses. Berbeda dengan satwa liar hasil tangkapan alam proses habituasinya bisa satu minggu bahkan 3-4 hari sudah bisa dikembalikan ke alam. “Tapi pada prinsipnya semua hewan itu punya sifat liar,”kata Irianto.

Selain itu untuk melepasliarkan hewan tersebut juga tak bisa sembarangtempat sebab ada beberapa jenis hewan yang memang tidak cocok dengan hawa habitat yang ada di wilayah utara seperti Kota Jayapura, Keerom, Kabupaten Jayapura maupun wilayah lain yang ada dibagian utara tanah Papua.  Beberapa diantaranya seperti Burung Cendrawasih Paradiseae apoda atau Cenderawasih dengan ukuran besar hanya dapat hidup di wilayah selatan, seperti wilayah Merauke, Timika, Asmat, atau wilayah lain di Selatan.

Pun sebaliknya dengan Cendrawasih Minor atau Cenderwasih dengan ukuran kecil hanya bisa hidup diwilayah utara sehingga bisa dilepasliarkan di hutan Cycloop. “Selain itu burung kasuari, kasuari yang memiliki glambir ganda hanya dapat hidup di wilayah selatan sedangkan kasuari dengan glambir tunggal bisa hidup di wilayah utara. Bahkan salah satu satwa yang juga saat ini sedang ditampung di Kandang Transit Jayapura yaitu monyet,” tambah Laode.

Hewan  tersebut justru tidak dapat hidup di habitat Papua pada umumnya. Hal itu diketahui dari hasil didentifikasi tim BKKSDA. Dimana monyet tersebut hanya bisa hidup di wilayah Sulawesi Selatan. Adapun monyet ini merupakan hasil tangkapan BKSDA disekitar Polimak II, Distrik Jayapura Selatan. Laode menceritakan hal tersebut bermula dari adanya laporan masyarakat bahwa monyet tersebut sering menggangu anak-anak di wilayah Polimak.

Sehingga warga setempat melapor ke kandang trasnit. Pihak kandang transit kemudian menangkp lalu dibawa ke Buper.

“Setelah kami cek, monyet ini sepertinya hasil adopasi dari luar Papua. Oleh tuannya dipelihara di Kota Jayapura sejak kecil, akan tetapi dalam proses peliharaannya dilepas liar begitu saja. Dan karena tidak sesuai dengan habitatnya sehingga dia ganas kemudian sering menganggu warga,” sambung Iranto.

Diapun mengatakan secara umum memang wilayah Papua tidak memiiliki hewan endemik seperti monyet. Hal itu terjadi karena faktor alam yang tidak menentu. Monyet yang ada saat sebagian besar hasil adopsi dari luar daerah Papua.

“Pada umumnya Papua tidak punya monyet, jenis apapun,” katanya.

Selain monyet, juga salah satu satwa yang endemik bahkan hampir punah yang habitatnya tidak disembarang tempat. Satwa tersebut adalah ular Sanca Bulan. Ular bulan ini hanya bisa hidup di wilayah selatan Papua seperti daerah Wamena, atau wilayah dengan suhu dingin.

“Kalau di wilayah utara hanya biasa hanya ada ular bodok. Ular ini masih banyak di Papua namun sangat ganas,” katanya. Lebih lanjut dijelaskan selama proses habituasi, hewan maupun tumbuhan tersebut dirawat dengan cara diberikan makan, disuntik bila sakit. Sementara tumbuhan pot- potnya juga dibersihkan dan juga disirami air agar tetap mekar.

Adapun petugas yang merawat satwa maupun tumbuhan tersebut berjumlah 9 orang, itu terdiri dari dokter, perawat, petugas cleaning servis serta tim  kerja lainnya yang telah diploting masing-masing. Hanya saja karena tahun 2023 itu ada penerimaan PPPK lalu semuanya lulus akhirnya saat ini hanya dirinya sendiri yang jaga. “Kalau ada hewan masuk saya biasa panggil dokter umum untuk cek kesehatannya,” bebernya.

Lalu satwa yang paling dominan ditampung  dikatakan berjenis burung. “Burung Kaka Tua dan Burung Nuri. Satwa lainnya seperti Burung Cenderawasih dan Kasuari hanya ditampung jika ada temuan pihak terkait seperti Balai Karantina Hewan, serta instansi terkait dibidang lingkungan,” tambah Laode. Hal lain yang terungkap adalah sebagian besar satwa sitaan ini adalah yang hendak dibawa keluar, biasanya didapat dibandara atau pelabuan laut Jayapura.

“Khusus tumbuhan paling banyak itu taman anggrek, biasanya orang jual keluar daerah,”sambungnya. Dan hasil penelitian tim BKKSDA satwa yang sangat langka di Papua saat ini ada dua jenis yaitu landak dan ular bulan. “Dua satwa tersebut sudah sangat jarang ditemukan di alam liar. Pun juga dengan satwa lainnya seperti Burung Cenderawasih maupun Kasuari,”  bebernya.

Kata Laode apabila satwa ini tidak dijaga, maka lambat laun akan punah. Untuk itu Irianto menghimbau kepada masyarakat terutama pecinta hewan untuk  tidak memperjualbelikan atau dijadikan sebagai hewan peliharaan. “Karena yang namanya satwa liar, tidak boleh dipelihara dan harus hidup di hutan,” imbuhnya. Iapun berharap pemerintah juga bisa tegas dengan aturan main terkait peredaran satwa di Papua.

Sebab dikatakan acapkali ditemukan adanya pejabat terutama prosesi penyambutan pejabat dari luar daerah menggunakan mahkota Burung Cenderawasih. Hal semacam ini sesungguhnya melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sehingga diharapkan pemerintah maupun pemangku kebijakan harus lebih tegas terhadap penggunaan mahkota burung cendrawasih.

“Jangan sampai anak cucu kita hanya dengan cerita, tapi fisiknya sudah tidak ada, kami harap pemerintah lebih tegas menjaga satwa liar di Papua,” tutupnya. (*)

Kepala Kandang Transit Jayapura, Laode Irianto Subu, saat memperlihatkan satwa yang ditampung di Kandang Transit BKKSDA Jayapura, kepada Cendrawasih pos, Kamis (26/9). (foto: Karel/Cepos)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version