Site icon Cenderawasih Pos

Zonasi Vegetasi Pantai Rusak,  Bila Tak Diseriusi Abrasi Makin Merajalela    

Kondisi bibir Pantai Holtekam yang terkena abrasi saat difoto pekan kemarin.  Ini tak lepas dari hilangnya vegetasi dampak dari padatnya pembangunan. (foto:Gamel/Cepos)

Akademisi Uncen Soal Kondisi Pantai Holtekam yang Terus Tergerus Abrasi

Kondisi Pantai Holtekam, hingga kini terus terkikis abrasi. Jika tak tertangani  ancamannya akan hilang. Dan potensi ke arah sana makin terlihat.

Laporan: Abdel Gamel Naser – Jayapura

Tahun 2010 hingga 2011 bisa dibilang kondisi Teluk Youtefa masih dipadati dengan pepohonan tinggi dan  semak belukar. Hanya warga setempat di Kampung Engros, Nafri maupun Tobati yang biasa keluar masuk kawasan ini.

  Gambaran bahwa Teluk Youtefa  itu hutan lebat masih sempat terekam ketika itu. Namun di tahun 2012 perlahan – lahan akses jalan mulai dibuka. Belum beralas aspal tentunya, melainkan masih ditutupi  timbunan karang yang dipadatkan.

    Hewan mirip lalat kecil yang biasa disebut agas juga masih sangat banyak, sehingga tidak heran jika keluar dari teluk terkadang sekujur tubuh akan berbintik – bintik merah.  Namun setelah akses jembatan digarap sejak tahun 2015 hingga 2018 dan diresmikan pada 28 Oktober 2018 kondisi hutan di teluk ini perlahan hilang.

   Akses jalan hotmix ditambah dengan kawasan yang mulai diperjualbelikan membuat teluk kini banyak berdiri bangunan. Mirisnya dari bangunan yang bermunculan bisa dikatakan hampir semua tidak memiliki ijin mendirikan bangunan (IMB).

  “Dari keberadaan banyaknya bangunan ini perlahan – lahan vegetasi di teluk dibersihkan dan hilang. Banyak yang tidak memahami bahwa justru dari vegetasi itulah pasir di pantai bisa terikat,” beber Yehuda Hamokwarong, SPd, M.Sc, salah satu akademisi Uncen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Geografi, belum lama ini.

   Parahnya lagi semakin besar bangunan atau lahan yang dibeli, maka luasan vegetasi yang hilang juga semakin besar. Karenanya kata Yehuda tak heran jika saat ini terjadi abrasi yang cukup parah.

   Tepian pasir pantai yang dulunya aman, kini pelan – pelan hilang dan terjadi kemunduran bibir pantai. Malah beberapa waktu lalu dampak dari abrasi dan intrusi air laut membuat makam adat milik warga juga harus dipindahkan ke lokasi yang lebih aman.

    Kata Yehuda abrasi terjadi tak lepas dari kondisi perubahan iklim dimana saat ini ketinggian air laut terlihat lebih tinggi.  Selain itu kondisi angin membuat ombak menghantam pinggiran lebih kencang.

“Ini diperparah dengan zonasi vegetasi yang perlahan – lahan hilang akibat pembangunan tadi padahal ilalang atau semak dan rumpun lainnya di pinggir pantai ini memiliki fungsi masing – masing,” bebernya.

   Kata Yehuda bila zonasi vegetasi ini hilang salah satu atau sebagian, maka itu akan memicu abrasi.

“Mengapa?  Itu karena sistem perakaran vegetasi itu yang menjaga kestabilan morfologi pantai,” beber Yehuda.

  Dengan vegetasi yang rusak, maka dosen Geografi ini ia tak heran jika muncul dampak lain diantaranya banyak pohon yang tumbang akibat abrasi maupun angin kencang. Yehuda merupakan salah satu dosen Uncen yang sudah bolak balik melakukan penelitian di lokasi teluk ini  dan Ia menyebut solusinya yang bisa dilakukan ada dua cara, yaitu mitigasi struktural dan campuran.

   “Mitigasi struktur yaitu dengan rekayasa sipil dengan membuat Jetty dengan bahan – bahan ramah lingkungan. Kedua, mitigasi campuran yaitu disetiap Jeti juga ditanam kembali beragam vegetasi akar dalam sepanjang pesisir Holtekamp,” tutupnya.

   Menurutnya, jika dilihat kondisi teluk maka sifat fisik atau tipologinya tergolong pesisir sekunder. Artinya pesisir ini dibentuk oleh sedimentasi dari darat dan dari laut pada masa lalu dan kestabilannya dikontrol oleh beragam jenis tumbuhan dengan tingkat kerapatan vegetasi yang berbeda – beda.

“Jenis vegetasi pesisir itu dapat dilihat dari tipologi vegetasi tajuk vegetasinya. Ada tipologi tajuk membentuk piramida yang  artinya jenis rambatan selalu berada di depan arus pantai kemudian diikuti jenis perdu, pandanus, palm, kayu – kayu dengan system akar dalam.

“Setelah itu turun lagi ke jenis palm, pandanus, perdu dan rambatan hingga rawa belakang. Itu zonasi vegetasi pesisir Holtekamp dan Skouw yang menjadi hasil studi saya sejak tahun 2019 lalu,” katanya.

  Jadi apabila zonasi vegetasi ini hilang salah satu atau sebagian, maka ketika musim ombak dan air pasang maka ini akan memicu abrasi.

“Mengapa?  Karena sistem perakaran vegetasi itu yang menjaga kestabilan morfologi pantai. Bila vegetasi akar dalam jenis kayu-kayuan seperti bintangur, ketapang, cemara sudah habis ditebang, maka itu menganggu kemampuannya menahan abrasi dan intrusi air laut,” imbuhnya.

Jadi Yehuda juga mempertanyakan kondisi Holtekamp hari ini. Apakah zonasi vegetasi tadi masih sempurna atau sebaliknya.

“Saya justru melihat bahwa sebagian besar sudah hilang sehingga tidak heran abrasi akan merajalela dan akan menumbangkan banyak pohon,” tambahnya.

   Malah ekses buruk lainnya kata Yehuda bisa saja intrusi atau abrasi ini akan  merusak sarana jalan utama di Holtekam.

“Sekali lagi solusinya bisa ditempuh dengan 2 cara yaitu mitigasi struktural dan campuran tadi  tapi mitigasi campuran bisa dibuat disetiap jetty juga ditanam kembali beragam vegetasi akar dalam sepanjang pesisir Holtekamp,” sarannya.

  Lokasi Holtekam perlu kembali ditanami pohon – pohon sesuai zonasi vegetasi untuk mengembalikan kembali bentuk awal morfologi pesisir. “Tanpa itu, saya pikir akan sia – sia apalagi jika  menggunakan kubus beton ataupun rekayasa sipil seperti saat ini. Itu  akan sia – sia dan tenggelam,” imbuhnya.

“Contoh sudah dialami di Pantai Skouw Mabo juga di Holtekamp dekat Kali Buaya. Kubus beton akan hilang dan tenggelam,” tambahnya.

Ini kata Yehuda tak lepas dari struktur geologinya adalah pasir berlempung hasil sedimentasi. Jenis seperti ini tidak bisa menahan beban dari kubus – kubus beton tadi. Jadi Yehuda meyakini jika itu dilakukan maka tetap tidak efektif.

“Kalau mau dicarikan solusinya coba berkoordinasi dengan beberapa ahli dan jangan hanya ahli teknik sipil saja tapi  harus libatkan ahli lain terutama yang paham tipologi fisik pesisir Holtekam,”  sambungnya.

   Disini ia kembali menyampaikan bahwa kondisi pesisir Holtekam tidak akan seperti sekarang apabila vegetasi alaminya tetap terjaga.

“Saya bisa katakan zonasi vegetasi juga sudah tidak sesempurna dulu. Penyebabnya tak lepas adalah dari pembangunan tempat usaha sepanjang Holtekamp.

  “Jadi akar vegetasilah  yang menahan pasir dan lempung. Bila akar itu tidak membentuk zonasi awalnya, maka garis pantai terus mundur akibat terkikis,” imbuhnya.

   Disinggung soal kondisi Ciberi dikatakan Ciberi tinggal menunggu waktu apabila tidak dilakukan penanganan menyeluruh.  “Itu (Ciberi) tunggu waktu saja jadi memang perlu segera dibuat pelindung,” tutup Yehuda. (*/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version