Site icon Cenderawasih Pos

Dari Proteksi Satwa Hingga Tak Memilih yang Tak Paham Lingkungan

Suasana diskusi yang menghadirkan penerima penghargaan Kalpataru, Alex  Waisimon dan sejumlah pegiat lingkungan di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, Minggu (10/12).(foto: Vian For Cepos)

Saat Para Pegiat Lingkungan Berpikir Kritis Soal Pesta Demokrasi dan Kondisi Iklim

Akhir pekan kemarin sejumlah pegiat lingkungan berkumpul. Berdiskusi ringan dengan Alex Waisimon. Pria yang pernah meraih Kalpataru dari Presiden Joko Widodo. Apa saja yang dibahas.

Laporan: Abdel Gamel Naser – Jayapura

Sebuah diskusi santai namun berbobot digelar sejumlah pegiat lingkungan di Jayapura dan Kabupaten Jayapura bertepatan dengan hari HAM sedunia, 10 Desember. Ini untuk merespon agenda akhir tahun termasuk moment Pemilu 2024 yang bakal dihelat  pada 14 Februari 2024 mendatang.

Apa yang bisa dilakukan para pegiat lingkungan sebelum mengakhiri tahun 2023 dan apa yang bisa disikapi terkait agenda pesta demokrasi 2024? Yang jelas kelompok muda ini perlu menentukan sikap, sebab jika sebuah kebijakan tidak dikawal dengan baik maka peluang sewenang – wenang dan tidak melihat kondisi terkini juga akan terabaikan.

   “Kami sengaja mengajak pak Alex untuk bercerita terkait hutan dan upaya yang dilakukan selama ini di wilayahnya. Ini untuk memulai bagaimana anak muda yang berafiliasi dengan isu lingkungan mensikapi situasi terkini,” kata Muhammad Ikbal di Pondok Konservasi Rumah Bakau Jayapura, Minggu (10/11).

Disini terungkap bahwa Alex Waisimon lebih banyak berjuang sendiri, namun didampingi organisasi lingkungan.  Alex tengah menggarap lokasi eko wisata bird waching di Nimbokrang, Kabupaten Jayapura dan terus mengembangkan jasa lingkungannya.

Alex menyampaikan bahwa tak bisa sebuah lidi digunakan  untuk membersihkan, harus ada lidi yang lain sehingga ia berpendapat bahwa para pegiat lingkungan harus saling mensuport dan membantu menyuarakan perjuangan yang berkaitan dengan lingkungan.

   Itu termasuk dalam moment pesta demokrasi. Ia berpendapat bahwa anak muda harus memiliki sikap teguh sesuai idealisme yang dimiliki. “Saya pikir ada baiknya memang orang – orang yang memiliki idealisme ini masuk dan melakukan perubahan dari dalam. Tidak bisa terus menerus kita berteriak di luar, tapi harus ada upaya masuk dan berjuang lewat sistem,” kata Alex Waisimon.

   Kalaupun belum ada yang tertarik, namun dikatakan paling tidak para pegiat lingkungan bisa tetap bersuara. “Kita melihat track record apa yang sudah dilakukan para caleg maupun calon kepala daerah selama ini. Jika dirasa belum menjawab dan terkesan bekerja hanya untuk kelompoknya maka sebaiknya tidak memilih sosok itu,” sarannya.

  “Kita membutuhkan orang yang mau berpikir soal bagaimana menyelamatkan hutan Papua dari ancaman sawit,  dari perambahan termasuk masyarakat adat di dalamnya,”  tambah Alex.

   Sandy Awom dari Pemuda Adat Biak juga mengutarakan pendapatnya dimana terasa lebih berat apabila hanya terus berteriak dari luar.

Meski demikian bila ada yang berhasil masuk dalam system maka komitmennya, juga harus dikawal. Sebab kata Sandy, biasanya godaan uang dan kekuasaan bisa menggoyahkan sikap idealisme. Diskusi juga membahas beberapa persoalan detail semisal belum adanya regulasi daerah yang memproteksi keberadaan satwa dilindungi.

   Ini akhirnya siapapun bebas mengeksploitasi satwa dilindungi untuk kepentingan ekonomi maupun hanya untuk gagah – gagahan. “Persoalan Cenderawasih hingga kini masih belum terpecahkan. Perburuan masih terjadi dan penjualan juga sama,” imbuh Rina salah satu pegiat lingkungan muda di Jayapura.

Mirisnya hingga kini, kata Rina, masih banyak pejabat yang justru tidak peduli dan malah menjadi pelaku. Maksudnya adalah menggunakan bagian dari satwa dilindungi sebagai asesoris. Disini juga terungkap terkait kedatangan Kapolri dan Panglima TNI di Papua beberapa hari lalu yang juga mengenakan mahkota dari satwa dilindungi.

“Maksudnya dengan status terancam punah sepatutnya kita juga berpikir bagaimana menyelamatkan. Kalaupun tidak bisa ya lebih baik tidak menggunakan asesoris dari satwa dilindungi. Masih ada noken  untuk diberikan tentunya,” bebernya.

Para pegiat lingkungan memiliki keinginan dari sekian ratus caleg yang bertanding nanti, setidaknya ada yang paham soal isu lingkungan. Pasalnya jika semua hanya focus pada persoalan politik, ekonomi dan sosial maka ketika terjadi musibah bencana alam, tiga aspek di atas otomatis akan terganggu.

   “Sektor ekonomi sudah pasti terganggu apabila bencana terjadi. Lalu kondisi sosial akan menyusul. Kami menginginkan caleg yang ikut memikirkan persoalan lingkungan. Tapi kalau tidak ada, kami pikir suara kami simpan saja,”  sambung Rudi dari Uncen.

   Iapun sepakat jika pemimpin yang akan memimpin Kota Jayapura maupun anggota legislatifnya tidak paham soal kondisi lingkungan maka tidak akan dipilih. “Pemilih sudah harus cerdas, itu yang dibilang  tadi, jika maju hanya untuk kepentingan kelompok mending kami tinggalkan, sebab Jayapura juga memiliki persoalan lingkungan yang harus diselesaikan,” tegas Rudi.

Di akhir diskusi, Alex Waisimon berpesan  agar anak – anak muda di Jayapura maupun Kabupaten Jayapura bisa lebih aktif dalam menyuarakan masalah lingkungan. “Kita belajar banyak untuk tahun 2019 dimana Kota dan Kabupaten lumpuh dan banyak  kerugian hingga menjadi bencana nasional. Ini tidak boleh terulang karena pemimpin yang tidak peduli,” tutupnya.(*/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version