Site icon Cenderawasih Pos

Pilih Pulang Kembali, Karena Tidak Dapat Perhatian, Akses Pendidikan pun Sulit

Potret warga Mosso yang puluhan tahun tinggal di PNG yang kini kembali ke Kampung Mosso, Sabtu (4/11) (foto:Elfira/Cepos)

Melihat Kondisi Warga  yang Kembali ke Kampung  Mosso Pasca Puluhan Tahun Tinggal di PNG

Karena adanya konflik yang terjadi pada tahun 1970-an, sejumlah warga Kampung Mosso bermigrasi ke Wutung PNG. Namun, setelah puluhan tahun tinggal di negara tersebut, beberapa tahun terakhir puluhan warga Mosso ini secara bertahap kembali pulang ke Mosso.

Laporan: Elfira_Jayapura

Hujan baru saja reda, kicauan burung dari balik pepohonan dan lalu lalang masyarakat Kampung Mosso menyambut akhir pekan, Sabtu (4/11) pagi. Ada yang memegang parang hendak ke kebun, ada yang masih duduk di teras rumah dengan sarung menyelimuti tubuh, ada ibu yang menggendong anak, dan ada yang sedang asyik mengobrol di pinggir jalan selebar 3 meter. Itulah suasana pagi di Kampung Mosso, yang  masyarakatnya rata rata adalah petani dan berburu.

  Masyarakat di sini, benar-benar berbaur satu dan lainnya. Termasuk dengan saudara mereka yang baru saja kembali dari PNG, setelah puluhan tahun eksodus ke negeri tetangga itu akibat peristiwa kelam yang pernah terjadi di Papua pada tahun 70-an silam (Peristiwa operasi koteka).

  Oskar Wetafoa, seorang pria yang selama ini  sudah tinggal puluhan tahun di PNG tepatnya di Wutung. Kini memilih pulang ke kampung asalnya dan kembali menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), ayah 9 anak ini berada di Kampung Mosso sejak tahun 2020 lalu.

  Beragam alasan yang membuat Oskar kembali ke tanah asalnya, setelah puluhan tahun ditinggalkan. Selama berada di PNG, Oskar dan warga lainnya sama sekali tak diperhatikan oleh pemerintah yang ada di sana. Bahkan, anak-anak mereka sulit mendapatkan akses pendidikan.

  “Pemerintah di sana (PNG-red), tidak perhatikan keperluan kami. Mulai dari pendidikan, kesejahteraan hingga kesehatan,” ucap pria yang kini menjabat sebagai Ketua RW di Kampung Mosso ini.

Oskar terus mengulang ngulang perkataannya tentang tak ada perhatian dari pemerintah PNG terhadap warga Mosso yang tinggal di Wutung. “Anak anak yang menderita sakit malaria, kalau hidup ya hidup, jika lepas nyawa ya lepas (meninggal-red),” curhatnya yang ditemui Cenderawasih Pos di Kantor Kampung Mosso.

  Hal hal itulah yang membuat Oskar dan 21 Kepala Keluarga (KK) memilih kembali ke Mosso. Namun, kembalinya 21 KK tersebut secara bertahap, ada yang sejak tahun 2019, 2020 dan seterusnya.

  Oskar mengaku kembali ke Mosso berjalan kaki dengan menggunakan jalur tradisional kala itu. Dan tiga tahun hidup di Mosso, ia dan anak anaknya merasa aman dan merasakan adanya perhatian dari perhatian pemerintah Indonesia.

  “Kami kembali ke NKRI agar pemerintah bisa perhatikan kami, setelah berada di Mosso. Anak anak kami kini sudah bersekolah,” ungkapnya.

  Ia pun meminta   perhatian pemerintah kepada mereka yang kini telah kembali ke pangkuan NKRI.

  Sementara itu, Wakil Ketua Bamuskam Abner Rewhi menyebut kembalinya warga tersebut ke Mosso lantaran mereka memiliki hak adat dan tradisi.

  “Mereka masuk ke sini (Mosso-red) karena punya hak atas tanah adat dan tradisi dari moyang mereka. Jika pemerintah betul-betul memperhatikan Suku Nyau, maka harus perhatikan seluruh tanah adat mereka,” ungkap Abner.

  Beberapa tahun berada di Mosso, anak tiga anak ini mengaku warga yang telah kembali mulai merasakan kenyamanan. Anak-anak sudah mendapatkan akses pendidikan, begitu juga dengan pelayanan kesehatan.

  “Hal hal seperti ini yang tidak pernah didapatakan selama tinggal di PNG,” ucapnya sembari menyatakan kini warga tersebut hidup di Mosso dengan  bermata pencaharian sebagai petani dan berburu.

  Kata Abner, warga tersebut sebagian masih menumpang di rumah keluarga. Karena itu, diharapkan adanya bantuan dari pemerintah setempat. Adapun masyarakat di Mosso sendiri menggunakan tiga bahasa yakni Fijin Ingris, Indonesia dan bahasa kampung.

  Sementara itu, Plh Kepala BPPKLN, Dolfinus Kareth menyebut, dari 30 KK (176 jiwa) warga Mosso yang pernah bermukim di PNG. 21 KK diantaranya sudah berada di Mosso, sementara 9 KK masih berada di PNG.

  “Sebanyak 9 KK ini sudah masuk dalam daftar pengusulan untuk mau masuk ke Indonesia,” ucapnya.

  Dikatakan Dolfinus, sebanyak 30 KK tersebut ada yang memiliki kartu identitas diri saat tinggal di PNG, namun ada juga yang tak memiliki identitas diri.

  “Bagi mereka yang masih memegang kartu identitas sebagai warga PNG, kami sudah minta dikembalikan. Nantinya, kita pemerintah serahkan kepada perwakilan pemerintah PNG yang ada di Jayapura. Ini harus dikembalikan, sebab mereka sudah menjadi WNI,” bebernya.

  Ia menyebut, 21 KK yang telah berada di Mosso bervariasi. Ada yang sudah tiga tahun, empat tahun dan lima tahun. Dikarenakan mereka orang asli Mosso, saat kembali langsung diterima oleh pihak keluarga.

  “Mereka ini adalah warga asli Papua, yang tinggal di PNG selama puluhan tuhan lalu ingin kembali ke kampung asalnya,” ungkapnya.

  Sementara itu, Warga Mosso yang juga seorang Guru, Yolanda (35) menyampaikan, mereka telah hidup berbaur satu dan lainnya. “Mereka sudah lama masuk  di sini dan sudah menyatu dengan masyarakat di tempat ini, seperti biasa dalam melaksanakan ktivitasnya dengan masyaraat di sini, bahasa juga sudah menggunakan bahasai Indonesia,” ucap ibu tiga anak ini.

  Ia juga menyebut bahwa anak anak mereka sudah bersekolah di SD Negeri Mosso. (*/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version