Site icon Cenderawasih Pos

99 Persen Disengaja, Kerugian Bisa Mencakup Aspek Ekologi, Ekonomi dan Sosial

Para anggota Masyarakat Peduli Api (MPA) ketika melakukan pemadaman di kawasan Skyline dengan cara sederhana belum lama ini. Hingga kini masih banyak yang belum memahami dampak buruk Karhutla. (Doni For Cepos)

Menyimak Persoalan Karhutla dan Dampaknya di Kota Jayapura

Belakangan ini kebakaran masih sering terjadi. Tak hanya di rumah warga tapi juga gedung pemerintah. Menariknya, tak sedikit kawasan lahan juga ikut terbakar. Kok bisa?

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Kota Jayapura dengan topografi lereng dan berbukit – bukit menjadi kawasan yang menarik jika dilihat dari ketinggian. Banyak warga kota memilih menempati kawasan lereng tapi juga menempati pinggiran laut dengan istilah rumah berlabuh.

Lalu jika menyimak  kejadian kebakaran belakangan ini, tak bisa dipungkiri musibah yang melenyapkan harta benda hanya hitungan jam itu masih sering terjadi. Bahkan dalam sehari bisa terjadi dua kejadian di dua lokasi berbeda. Imbauan terus dilakukan oleh para pihak, namun jika tak disikapi maka sewaktu – waktu musibah bisa mengintai.

  Untuk masyarakat Kota Jayapura bisa jadi lebih kental dengan informasi kebakaran bangunan namun siapa sangka kebakaran lahan hingga kini terus terjadi. Selain mereka yang bergelut dengan api rasanya tidak banyak orang yang peduli terhadap kebakaran yang terjadi di kawasan lahan maupun hutan.

  Padahal bila menilik dampak dan ancamannya, bisa dibilang kebakaran lahan jauh lebih berbahaya dan memiliki dampak negatif yang cukup luas. Gambaran awamnya, jika kebakaran terjadi di sebuah rumah maka kerugian bisa ditaksir dengan menghitung berapa harta benda yang hangus terbakar.

  Namun jika hutan dan lahan terbakar maka akan lebih sulit memprediksi, mengingat jika tak  cepat ditanggulangi maka akan merembet ke kawasan pemukiman warga. Selain itu, asapnya bisa memberi dampak buruk bagi kesehatan, termasuk hilangnya fungsi hutan sebagai penyedia oksigen dan mematikan fungsi akar untuk menyimpan air.

  “Itu mungkin lebih pada dampak ekonomi dan ekologi tapi ada juga dampak social dan kesehatan dimana warga semakin banyak asap maka warga bisa memprotes karena menyebabkan sesak nafas dan ini ke kesehatan,” kata Ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) Rumah Bakau Jayapura, Nur Kholik.

   MPA sendiri meruakan kelompok pencegah Karhutla di tingkat tapak yang bermitra dengan Brigade Pengendalian Karhutla KLHK – Manggala Agni.

Mirisnya kata Nur Kholik dari data sementara 99 persen kebakaran hutan dan lahan di Jayapura disebabkan karena factor manusia. Upaya membuka lahan dengan cara mudah, hemat dan efektif menjadi pilihan warga untuk membakar.

Padahal lanjut Nur Kholik ketika api tidak dikontrol maka akan terus merembet dan meluas. “Ini yang repot karena akan semakin sulit dipadamkan,” tambahnya. Bahkan tak menutup kemungkinan dampak dari karhutla bisa berkaitan dengan politik.

Contohnya saja di tahun 2019 lalu dimana Indonesia menjadi bulan – bulanan media asing yang menyoroti tingginya karhutla dan upaya penanganannya yang  dianggap belum terkoordinir baik. Bahkan di tahun yang sama Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Muhammad bersurat ke Presiden Jokowi untuk memperhatikan karhutla mengingat asap dari Indonesia masuk sampai ke negara – negara tetangga.

  Sementara menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama periode Januari-Agustus 2023 indikasi luas Karhutla sudah mencapai 267.935,59 hektare. Tercatat selama Januari-Agustus 2023 kebakaran hutan dan lahan Indonesia telah menghasilkan emisi 32,9 juta ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e), lebih tinggi juga dibanding emisi sepanjang 2022 yang hanya 23,5 juta ton CO2e.

  “Kami mencatat bahwa Karhutla juga mengancam pencapaian komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi yang dikukuhkan melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan FOLU Net Sink 2030. Target nol karhutla yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2030 kini menjadi tantangan besar,” kata Esron Pakpahan, salah satu Instruktur Krida Bina Wana SWB Papua.

  Ia bahkan mencatat bahwa sejak tahun 2013 – 2023 kasus kebakaran hutan dan lahan yang sudah ditangani sebanyak 284 kasus.  Kemudian untuk tahun 2023 kasus karhutla yang terjadi sejak 2 Februari hingga 18 Oktober tercatat sebanyak 19 kasus.

  Selama menangani Karhutla, kata Esron ia dan tim belum pernah menemukan api menyala secara alami seperti gesekan pohon atau rumput. Ia berharap masyarakat bisa lebih memahami dampak dari Karhutla. Sebab menurutnya kerugiannya akan jauh lebih besar jika terjadi karhutla ketimbang kebakaran sebuah rumah ataupun gedung.

  “Jadi jangan mengira Karhutla itu biasa – biasa saja. Tidak semua mau naik ke gunung untuk memadamkan. Bahkan kami beberapa kali diancam dengan parang padahal tujuannya baik,” bebernya.

  “Selain itu para pelaku selama ini juga tak pernah tersentuh hukum meski dampaknya sangat merugikan,” imbuhnya.

  Sementara Kabid Damkar Pemkot Jayapura, Veronita S Kirana menyampaikan bahwa dari datanya tercatat bahwa untuk tahun 2023 hingga bulan Oktober tercatat ada 75 kasus kebakaran dimana 20 diantaranya adalah Karhutla dan sisanya kebakaran bangunan.

   “Namun per 1 Nopember 2023 tercatat ada 77 kasus kebakaran dimana 20 diantaranya Karhutla,” imbuhnya.

  Lalu dari analisanya selama ini dikatakan penyebabnya akibat kelalaian semisal membuang puntung rokok  sembarang, membakar sampah dan tidak dikawal hingga upaya membuka lahan dengan cara membakar. Untuk armada dalam menangani Karhutla sendiri dikatakan pihaknya memiliki armada yang cukup.

  Hanya terkadang dengan lokasi berbukit yang tidak memiliki akses jalan membuat timnya kesulitan mencapai lokasi. Disini Veronika menegaskan bahwa akan lebih baik menjauhkan situasi dari Karhutla  mengingat bila membesar dan tak bisa dikontrol apalagi yang terbakar adalah kawasan gambut maka biaya untuk pemadaman akan sangat mahal.

“Untuk menyewa heli waterbooming saja membutuhkan dana sekitar Rp 150 juta perjam. Bahkan tahun 2019 BPBP menganggarkan hingga mencapai Rp 3 triliun untuk menangani kebakaran di tahun tersebut,” tutupnya.

   Sekedar diketahui untuk sanksi yang diberikan kepada pelaku pembakar hutan ataupun lahan adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.32/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Pasal 108 Ayat (1). 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78 Ayat (3). 51 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78 Ayat (4) dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. (*/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version