Site icon Cenderawasih Pos

Bisa Ancam Eksistensi Puluhan Perusahaan Lokal

Para pekerja yang terakomodir dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi)/Indonesian Logistic Forwarders Association (Ilfa) Papua ketika melakukan aksi demo memprotes adanya JPT cabang yang kini beroperasi di Jayapura. Aksi demo yang dilakukan di depan pelabuhan Jayapura pada, Rabu (28/9) ini meminta JPT Cabang ditutup. (Gamel Cepos)

Demo Protes Kehadiran JPT Cabang di Pelabuhan Jayapura

JAYAPURA – Keberadaan Empat Jasa Pengurusan Transporasi (JPT) yang telah beroperasi di Papua  satu tahun  terakhir mendapat protes dari Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi) Papua. Pasalnya dari JPT yang berstatus cabang ini diyakini akan mengancam eksitensi puluhan perusahaan lokal yang selama ini menangani jasa pengiriman logistic di Papua. Sistem monopoli dari hulu hingga hilir dikhawatirkan akan mematikan usaha yang melibatkan ribuan pekerja lokal di Jayapura ini.

Bentuk protes ini dilakukan dengan cara berdemo oleh Alfi dan sejumlah pekerja di pintu masuk Pelabuhan Jayapura, Rabu (29/9).  Puluhan bekerja bongkar muat dan  pengurus Alfi melakukan aksi demo mulai pagi hari hingga siang. Merekapun dipertemukan dengan Kepala Seksi Lalu Lintas Angkutan Laut dan Usaha Pelabuhan KSOP Jayapura, Willem Thobia Fofid. Hanya disini tidak mendapat jawaban konkrit mengingat pihak KSOP menyatakan akan mempelajari semua tuntutan.

Ketua DPW Alfil/Ilfa Provinsi Papua, Yosep Fonataba menyampaikan bahwa ada tiga tuntutan  yang disampaikan kepada pihak terkait. Pertama adalah penangguhan adanya SIU JPT status cabang di Pelabuhan Jayapura yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Kedua, tindak lanjut pembekuan dan penangguhan PMKU Inapomet JPT Cabang sesuai dengan hasil kesepakatan rapat di KSOP pada 15 September 2022 dan ketiga JPT cabang bermitra terhadap JPT lokal yang ada untuk menghindari monopoli dan persaingan yang tidak sehat.

“Kalau empat JPT ini masih beroperasi bisa dipastikan ada puluhan perusahaan lokal yang akan terdampak. Upaya atau cara – cara monopoli akan dilakukan dan membunuh usaha lokal,” kata Yosep  dalam aksi tersebut. Praktek kapitalis diyakini akan berjalan dan lambat laut menguasai semua sendi usaha JPT. Namun disini Yosep mengingatkan bahwa JPT bukanlah asosiasi sehingga tak ada alasan untuk berjalan tanpa berkoordinasi dengan pihaknya. Dan untuk beroperasi paling tidak harus mengantongi rekomendasi dari asosiasi. Hanya saja ini belum diberikan namun sudah beroperasi. “Ini buat aturan sendiri namanya dan kami kecewa,” beber Yosep.

“Kami memberi waktu untuk tuntutan ini dijawab selama 3 X 24  jam sebab jika tidak disikapi maka kami akan kembali melakukan aksi protes serupa dan kami akan menganggap bahwa memang KSOP tidak serius menangani dan memberi kebijakan yang berpihak pada pengusaha lokal,” imbuhnya. Kata Yosep persoalan ini sudah  disuarakan cukup lama  dimana ketika jamannya Kepala KSOP,  Taher Laitupa sempat diseriusi dan JPT tak beroperasi namun ketika  diganti Roni Fahmi, justru JPT cabang malah beroperasi.

Willem Thobia Fofid menyampaikan bahwa pihaknya akan membawa aspirasi ini untuk ditindaklanjuti oleh Pemprov. “Dalam regulasi memang tidak ada aturan yang melarang untuk berinvestasi namun yang diinginkan asosiasi adalah dicabutnya JPT cabang tadi sehingga kami harus meneruskan ke tingkat yang punya kewenangan,” kata Willem. Ia menyebut solusi yang bisa digunakan adalah bermitra maupun meminta DPRP lewat kebijakan daerah. “Kalau ada kebijakan daerah kami pikir bisa sebab kami hanya mengikuti aturan yang ada,” imbuhnya.

Sementara Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey yang ikut memonitor aksi demo ini memberikan dukungan pada para pendemo. “Saya pikir ini baik untuk didampingi, mereka berbicara soal hak mereka dalam mendapatkan pekerjaan dan kelayakan. Jangan sampai salah kebijakan akhirnya berdampak pada hajat hidup orang banyak,” imbuhnya. (ade/wen)

Exit mobile version