Site icon Cenderawasih Pos

Pastikan Tak Ada Konflik Kepentingan, Jimly: Saya Punya Beban Sejarah

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie

JAKARTA-Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menjamin, dirinya tidak memiliki konflik kepentingan dalam memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usma beserta delapan hakim konstitusi lainnya. Jimly menekankan, dirinya sudah tidak lagi mencalonkan diri sebagai Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
“Saya juga dipersoalkan orang ini. Saya kan anggota DPD, anggota MPR. Makanya saya semula nggak bersedia ini. Cuma saya diyakinkan tidak ada konflik kepentingan karena, pak Jimly tidak nyalon lagi untuk pemilu yang akan datang,” kata Jimly di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (26/10).
“Artinya tidak ada konflik kepentingan karena saya tidak nyalon lagi sehingga nanti waktu perselisihan hasil pemilu tidak ada masalah,” sambungnya.
Jimly juga menyinggung soal beban sejarah MK yang tak akan terlupakan. Pasalnya, ia merupakan salah satu pendiri MK, sehingga bersedia menjadi Majelis Kehormatan MK, untuk mengangkat kembali marwah lembaga konstitusi agar tidak dipandang buruk oleh masyarakat.
“Apalagi saya punya beban sejarah, belum pernah MK terpuruk imagenya kayak sekarang. Saya sebagai pendiri tidak tega. Maka saya bersedia ini,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, MKMK menggelar sidang perdana dalam tahap permintaan klarifikasi. Sejauh ini, terdapat tujuh laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik terhadap sembilan hakim MK.
Sidang etik terhadap Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi lainnya, setelah MK menerima laporan dugaan pelanggaran etik atas putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait batas usia minimal capres dan cawapres.
Enam gugatan ditolak. Namun, MK mengabulkan sebagian dari satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu diajukan ke MK dengan nomor register 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, terdapat empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua Occuring Opinion atau alasan berbeda dari hakim MK. Putusan itu menuai polemik.
Sejumlah pihak menilai, Ketua MK Anwar Usman memuluskan jalan Wali Kota Surakarta yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka, untuk maju cawapres melalui putusan MK yang mensyaratkan usia minimal 40 tahun atau pernah/sedang menjabat kepala daerah. (*)
Sumber: Jawapos
Exit mobile version