Site icon Cenderawasih Pos

JK : Saya Juga Bingung Mengapa Karen Jadi Terdakwa

Jusuf Kalla

Pembelaan JK Soal Kasus Korupsi LNG Pertamina 

JAKARTA, Wakil Presiden 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla menghadiri sidang terdakwa kasus korupsi Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat kemarin. Dia hadir sebagai saksi meringankan Eks Dirut Pertamina 2009-2014 Karen Agustiawan yang diduga telah merugikan negara dalam pengadaan gas alam cair (LNG).

“Saya juga bingung mengapa dia (Karen,Red) menjadi terdakwa,” terang JK sapaan akrab Jusuf Kalla saat memberikan kesaksian kemarin. Dia pun berseloroh.

“Jika soal perhitungan rugi lalu dihukum. Maka semua BUMN karya harus dihukum,”.

Statmen JK langsung disambut riuh tepuk tangan seluruh pengunjung sidang. Majelis Hakim PN Tipikor Sri Hartati pun sempat menegur pengunjung sidang untuk tetap tenang.

JK membela Karen. Menurutnya, Dirut perempuan pertama Pertamina itu tak salah langkah dalam usaha mencari pasokan Liquefied Natural Gas (LNG) untuk kebutuhan dalam negeri. Di antaranya melakukan impor LNG dari perusahaan Amerika, Corpus Christi Liquefaction (CCL) pada 2013. Langkah Karen untuk mencari pasokan LNG itu sesuai Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Muasal ditekennya Pepres itu bermula saat Indonesia mengalami krisis energi pada 2005. Saat itu harga minyak melambung tinggi dan pemerintah berencana mencari alternatif lain dalam mencukupinya. Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas LNG menjadi 30 persen. LNG dipilih lantaran lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar minyak. Masalahnya, saat itu produksi LNG dalam negeri masih minim.

JK pun membela langkah Karen saat meneken kontrak panjang dalam impor LNG. Menurutnya, langkah kontrak panjang itu umum dilakukan banyak negara. Dia mencontohkan kontrak LNG Tiongkok di Papua yang mencapai 30-40 tahun. Pun dengan Jepang yang teken kontrak 30 tahun LNG di Luwuk, Sulawesi Selatan.

“Kontrak panjang ini sebagai strategi untuk mencukupi pasokan LNG,” kata lelaki 82 tahun itu. Sebab, jika membeli secara on the spot untuk impor LNG tanpa kontrak panjang, bisa dipastikan harganya jadi jauh lebih tinggi. Dibandingkan sudah kontrak panjang sebelumnya.

Dia pun menyakini kontrak panjang yang dilakukan Karen ini membawa untung. Makannya, JK pun mempertanyakan soal mengapa KPK hanya menghitung kerugian selama dua tahun saja. “Apalagi saat itu, yang dihitung adalah waktu Covid,” katanya.

Sementara itu, KPK menjerat Karen dengan pasal kerugian negara atas pengadaan LNG dari perusahaan Abang Sam itu. Karen diduga tak cermat dalam meneken kontrak panjang impor LNG. Sehingga membuat pasokan LNG dalam negeri over supply. Akibatnya, Pertamina harus menjual pasokan melimpah itu ke pasar internasional pada 2019-2021 dengan harga murah. Dan membuat Pertamina tekor. KPK menaksir kerugian negara mencapai 114 Juta US Dollar atau sekitar Rp 2,1 Triliun.

Usai persidangan Karen menyebut, pengadaan impor itu merupakan bagian dari instruksi dari Perpres 5/2006. Dan pencarian LNG ke luar negeri itu bukan dalam rangka upaya berdagang, tapi mencukupi kebutuhan dalam negeri. “Namun, ketika pasokannya belum dibutuhkan bisa dijual. Dan itu sah-sah saja sesuai pernyataan Pak JK tadi,” katanya.

Dia pun heran dengan KPK yang hanya mengaudit kerugian negara selama dua tahun dalam penjualan LNG. Sebab, saat itu justru Pertamina untung dalam penjualan LNG tersebut. “Sudah ya. Saya sudah ditunggu JPK, nanti saya dimarahin,” katanya. (elo)

Exit mobile version