Site icon Cenderawasih Pos

Berikut Paling Tidak Memenuhi Syarat Keterwakilan Perempuan sesuai UU Pemilu

JAKARTA-Hasil penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR RI Pemilu 2024 yang telah diumumkan oleh KPU RI pada 4 November 2023 dinilai bermasalah. Dari 84 daerah pemilihan (dapil) Anggota DPR dan 18 partai politik peserta pemilu, hampir semua partai politik (parpol) peserta pemilu tidak mencapai syarat paling sedikit 30 persen kandidat perempuan dalam daftar pencalonan.

Padahal, Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 245 menyebutkan bahwa syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen harus terpenuhi di setiap dapil, bukan akumulasi total secara nasional.

NETGRIT menyampaikan analisis hasil DCT KPU yang menunjukkan bahwa dari 18 parpol peserta pemilu, hanya 1 parpol yang memenuhi syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen pada semua DCT di 84 dapil, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Dari 17 parpol yang tidak memenuhi syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, PKB adalah parpol dengan DCT bermasalah terbanyak, yakni 29 dapil. Selanjutnya adalah PDIP dengan 26 dapil, Demokrat 24 dapil, Golkar dan Gerindra 22 dapil, PKN 21 dapil, Partai Gelora Indonesia 19 dapil, PAN 17 dapil, Nasdem dan PBB 16 dapil, PPP ada 12 dapil, Garuda 9 dapil, Partai Buruh 6 dapil, Perindo dan Partai Ummat 5 dapil, dan PSI sebanyak 4 dapil.

“Data ini sangat tidak sesuai dengan deklarasi pemilu berintegritas yang kemarin dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Karena KPU jelas melakukan pembiaran atas pelanggaran sistem pencalonan pemilu dan amanat Undang-Undang,” cetus Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif NETGRIT, dalam keterangannya, Jumat (10/11).

Menyikapi pelanggaran ini, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mendesak KPU untuk mendiskualifikasi parpol di dapil yang tidak memenuhi syarat minimal 30 persen kandidat perempuan dalam DCT.

Selain itu, koalisi juga mendesak Bawaslu melakukan upaya pengawasan dan penanganan pelanggaran yang merupakan perannya sebagai pengawas pemilu, tanpa menunggu adanya laporan pelanggaran dari masyarakat atau peserta pemilu.

Tuntutan ini sangat beralasan, karena yang dilakukan pada pemilu 2014 dan 2019 adalah partai yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan 30 persen didiskualifikasi dari dapil tersebut. “Mengingat Pemilu saat ini regulasi dan UU-nya tidak berubah, maka seharusnya langkah diskualifikasi tersebut juga bisa dilakukan di pemilu kali ini,” kata Fadli Ramadhanil, Manajer Program Perludem.

Koalisi juga menyoroti implikasi serius dari perilaku abai dan acuh lembaga penyelenggara pemilu. “Pencalonan menjadi tidak sah dan jika tidak dikoreksi, maka daftar calon adalah inkonstitusional. Bisa berbuntut gugatan perselisihan hasil pemilu di MK. Hal ini pastinya bisa menurunkan Indeks Demokrasi Indonesia”, terang Titi Anggraini, Pengajar Pemilu pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

“Apabila dibiarkan, implikasi selanjutnya adalah keterwakilan perempuan yang timpang di parlemen dan kondisi ini berdampak pada kebijakan-kebijakan yang tidak mengakomodir hak perempuan,” imbuh Iwan Misthohizzaman, Direktur Eksekutif INFID. (*)

Sumber: Jawapos

Exit mobile version