Site icon Cenderawasih Pos

BNN: Banyak Pengguna Napza di Jayapura

Kasman ( FOTO: Gamel/Cepos)

JAYAPURA-Badan Narkotika Nasional (BNN) Papua tak menampik jika saat ini pengguna zat aditif di Kota Jayapura cukup banyak. Sebut saja pengguna aibon atau ngelem yang ternyata tersebar di beberapa titik di Jayapura.

   Jika dicermati para pengguna ini rata – rata anak muda dan masih usia sekolah dan lokasi yang biasa dipakai untuk ngelem adalah di Ruko Dok II dan di samping Bank Syariah Entrop termasuk di Ampera, Jayapura.

   Terkait ini, Koordinator Penyuluh Narkoba BNN Papua, Kasman mengungkapkan bahwa untuk penanganan pengguna ganja dan aibon biasa disesuaikan dengan tingkat ketergantungannya berdasarkan hasil asesmen narkoba.

Jika masih dalam tahap ringan dan sedang kemudian belum ada gangguan psikis menetap, maka biasanya tim BNN hanya cukup merehabilitasi lewat rawat jalan berupa konseling adiksi kemudian diberikan pengobatan berdasarkan gejala.

   Jadi  jika yang dirasakan demam, maka diberi obat anti demam, kemudian jika nyeri maka diberi obat anti nyeri dan jika terasa gatal maka langsung diberi obat anti gatal. Namun untuk pecandu yang tingkat ketergantungannya tinggi, maka akan dilakukan rehabilitasi rawat inap.

  “Untuk pecandu yang tingkat ketergantungan berat dapat dilakukan rehabilitasi rawat inap dengan waktu yang sudah ditentukan misal 6 bulan hingga 1 tahun di lembaga IPWL atau swasta,” jelas Kasman melalui ponselnya, Selasa (15/3).

  Sedangkan untuk pasien yang mengalami gangguan psikis atau psikotiknya maka akan ditindaklanjuti dengan terapi oleh tenaga kesehatan spesialistik misal dari kejiwaan maupun psikolog.

  “Tapi jika gangguan kejiwaannya cukup berat dan menetap maka klien kemungkinan tidak dapat mengikuti rehabilitasi, hanya saja dapat dilakukan rujukan ke RS jiwa untuk mendapatkan pengobatan seumur hidup,” imbuh Kasman.

   Lalu untuk pengguna zat aditif sendiri diakui hingga kini masih banyak anak – anak remaja yang kurang mendapat perhatian dari keluarga  akhirnya terjebak dalam lingkungan yang buruk.  “Iya untuk anak – anak yang terlibat juga banyak dan biasa karena factor lingkungan,” tutupnya. (ade/tri)

Exit mobile version