Site icon Cenderawasih Pos

Kalau Polisi Tak Patuh Perintah MK, Saya Akan Adukan Lagi

sang ibu, Angelia Susanto

Perjuangan Ibu yang Anaknya Bertahun-tahun Diculik Mantan Suami

Mahkamah Konstitusi menegaskan, anak yang diambil paksa oleh ayah atau ibu adalah tindakan pidana. “Saya hanya ingin tahu anak saya di mana,” kata Angela Susanto, salah seorang ibu yang buah hatinya lima tahun diculik mantan suami.

Laporan : Folly Akbar – Jakarta

PERISTIWA hilangnya Enrico Johannes Susanto sudah berlangsung hampir lima tahun lalu. Namun, kegetiran dan rasa kehilangan masih amat dirasakan sang ibu, Angelia Susanto. Apalagi, sejak saat itu, Angel tak pernah tahu nasib anak laki-lakinya yang diduga dibawa kabur mantan suaminya, Teodoro Fernandez, warga negara Filipina, itu. ’’Dia sudah seperti apa gitu, anak saya masih hidup atau nggak pun, saya nggak tahu sama sekali,’’ ujar Angel ketika ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin (26/9).

Kala itu, Enrico yang berusia 6 tahun tengah menuju ke sekolah bersama sopir. Dalam perjalanan, mobil yang mereka naiki dihadang orang yang mengaku polisi di sekitar Jembatan Casablanca, Jakarta Selatan. Pada awalnya orang tersebut mengaku mengecek dokumen. Tapi, kemudian justru membawa lari EnricoSempat mencari tahu, Angel kemudian jatuh pada satu kesimpulan: sang anak diculik ayah kandungnya secara paksa. Sebab, pada saat bersamaan, sang suami yang kala itu tengah dalam sengketa pasca perceraian juga mendadak menghilang. Semua akses komunikasi sirna.

Dugaan penculikan itu kian kuat setelah kakak mantan suaminya yang ada di Kanada membenarkan dugaan tersebut. ’’Tapi, dia juga nggak mau ngasih tahu (anak saya) ada di mana,’’ ungkapnya. Sadar hilangnya sang anak punya nuansa kriminal, Angel pun langsung melaporkannya ke kepolisian. Hanya, pasal yang dikenakan kepolisian kepada mantan suaminya sebatas pelanggaran atas Pasal 76/77 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlakuan Salah dan Penelantaran Anak. Ancaman hukumannya rendah.

Rendahnya tuntutan membuat upaya Angel mengakses Interpol guna melacak keberadaan mantan suami dan anaknya di luar negeri sulit. Untuk itu, dia berupaya menjerat suami dengan Pasal 330 Ayat (1) KUHP tentang penculikan paksa dengan ancaman pidana tujuh tahun.Sayangnya, upaya mengenakan pasal itu selalu kandas. Penyebabnya, kepolisian menolak memasukkan perbuatan mantan suami sebagai penculikan karena dilakukan ayah kandung.Karena itu, Angel mengajukan gugatan uji materi Pasal 330 Ayat (1) KUHP ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain dia, ada empat ibu lain yang bernasib serupa: Aelyn Hakim, Shelvia, Nur, dan Roshan Kaish Sadaranggani. Aelyn kehilangan anaknya sejak 15 Agustus 2020. Shelvia sejak 7 September 2022. Nur juga kehilangan buah hati pada 2022, tapi bulan Desember. Sedangkan Roshan tak pernah lagi melihat anaknya sejak 24 Januari 2021. Semua dilakukan para mantan suami. Ada yang diculik, ada yang dijemput paksa.

Pasal 330 mengatur, barang siapa dengan sengaja mengambil anak dari pihak yang diputus berhak atas hak asuhnya akan dipidana penjara paling lama tujuh tahun. Angel meminta agar frasa ’’barang siapa’’ ditafsirkan tanpa terkecuali untuk ’’ayah dan ibu”.

Sebab, selama ini pihak kepolisian kerap kali tidak menindaklanjuti aduan jika yang menculik adalah ayah kandungnya. Meski menolak petitumnya, MK dalam pertimbangan hukum putusan 140/PUU-XXI/2023 secara substansi memberikan jalan terang bagi ibu-ibu dengan nasib seperti Angel.MK menolak karena menganggap bukan normanya yang salah, melainkan implementasi oleh aparat yang keliru. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menegaskan, ibu atau ayah yang melakukan pengambilan paksa anak dapat dianggap sebagai tindak pidana.

Sebab, frasa ’’barang siapa’’ dalam Pasal 330 KUHP sudah bersifat umum. Mencakup semua orang, termasuk ayah atau ibu kandung anak. Dalam hal ini, kata hakim MK Arief Hidayat, sepanjang perbuatan tersebut memenuhi unsur pidana, pengambilan paksa oleh ayah atau ibu termasuk dalam Pasal 330 Ayat (1) KUHP. ’’Harus terdapat bukti bahwa kehendak untuk mengambil anak tanpa seizin orang tua pemegang hak asuh benar-benar datang dari pelaku,’’ imbuhnya.

Karena itu, seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum, khususnya penyidik Polri, menerima setiap laporan berkenaan dengan penerapan Pasal 330 Ayat (1) KUHP. Sebab, unsur barang siapa secara otomatis termasuk orang tua kandung. Meski kecewa petitumnya tidak dikabulkan, Angel mengapresiasi penekanan pertimbangan putusan MK. Apa yang disampaikan hakim MK akan dia gunakan sebagai bahan menyadarkan jajaran kepolisian. Dengan begitu, mantan suami bisa dijerat dengan Pasal 330 KUHP.

’’Saya mau berpegang bahwa MK mengeluarkan kalimat ini dan saya akan bawa itu ke APH (aparat penegak hukum),’’ kata Angel. Dia berharap kepolisian patuh dengan apa yang diputuskan MK. ’’Kalau ternyata tidak (patuh), saya tidak tahu, mungkin saya kembali lagi ke MK dan saya akan bilang, Pak, maaf, ternyata tidak diterima juga (oleh polisi),’’ ujar Angel. Angel berharap kepolisian terketuk pintu hatinya untuk membantu menemukan lokasi anaknya. ’’Saya ingin tahu saja anak saya ada di mana,’’ kata Angel. (*/c7/ttg)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version