Friday, April 19, 2024
25.7 C
Jayapura

Masyarakat Adat Punya Karakter, Ada Bab Khusus RTRW Papua

JAYAPURA – Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua dilandasi wilayah adat dan wilayah budaya, inilah yang akan membedakan Papua dengan Provinsi lain di Indonesia.

Tim Leader Papua Spatial Planning (PSP) Frans Siahaan menyampaikan, pihaknya mendukung Provinsi Papua untuk menyiapkan persyaratan teknis maupun adminstratif agar sesuai dengan peraturan perundang undangan.

“Dari RTRW kita membantu pemerintah Provinsi Papua untuk mempertajam berdasarkan masukan masyarakat, karena RTRW tidak hanya sekedar persoalan teknis, tetapi kebutuhan dan menjadi  kepentingan berbagai pihak,” kata Frans kepada wartawan, Kamis (24/3).

Dikatakan Frans, FGD yang dilakukan selama 3 hari untuk mendengarkan kepentingan dan kebutuhan berbagai pihak. Dalam semua pembahasan, tujuannya akan dibawa kedalam konsultasi public dan diklarifikasi lagi.

“Ini baru sebatas menggali informasi untuk menyusun struktur ruang untuk Papua kedepan,” ucapnya.

Dikatakan Frans, pasca UU Cipta Kerja sekarang tata ruang kita hanya satu, bukan lagi tata ruang darat dan tata ruang laut seperti yang sebelumnya. Nantinya Papua hanya punya satu tata ruang yang integrasi laut dan darat.

Baca Juga :  Siap Penuhi Kebutuhan VTM Kota Jayapura

“Papua punya karakter khusus yaitu masyarakat adatnya, salah satu alasan munculnya Otsus karena masyarakat adatnya yang menjadi karakter khusus dari orang Papua. Ini akan menjadi  BAB khusus dalam RTRW, ini akan membedakan RTRW Papua dengan provinsi lain di Indonesia,” tuturnya.

Lanjut Frans, dalam pembahasan RTRW, Provinsi lain di Indonesia tidak ada BAB khusus dalam materi teknisnya yang menjelaskan tentang masyarakat adat. Faktanya yang menguasai tanah adalah masyarakat adat, sehingga itu menjadi penting.

“RTRW Papua dilandasi wilayah adat dan wilayah budaya, ini yang akan membedakannya,” tegasnya.

Dikatakan, melalui FGD memperkuat komitmen Provinsi Papua dengan visi Papua 2100 untuk dua hal yakni tata ruang yang menjadi dasar kesejahteraan masyarakat adat, dan tata ruang yang tetap bisa melindungi hutan untuk keberlanjutan dan hutan masyarakat adat.

Baca Juga :  Bappeda: Jangan Ada Silpa Penyerapan Otsus

Setelah pembahasan ini kata Frans, akan ada serangkaian pertemuan teknis. Nantinya akan ada pra pertemuan lintas sektor di Jakarta yang akan difasilitasi kementrian ATR dan BPN. Selain itu akan ada pertemua lintas sektor yang akan dihadiri semua kementrian, ini akan disetujui bersama dengan DPRP dan Gubernur.

“Dari semua rangkaian yang ada, akan dievaluasi Kemendagri dan akan ditetapkan oleh Gubernur Papua. Itulah yang akan diundangkan menjadi Perda, tapi targetnya pemrov paling lambat Agustus sudah ke Jakarta untuk proses lintas sektor,” ucapnya

Sementara itu, Akademisi Unipa Dr. Jonni Marwa, S.Hut, M.Si menyampaikan, ketika tidak mengakomodir kepentingan orang banyak akan terjadi konfik ruang dan ini kita harus hindari dari sisi masyarakat dan kepentingan stake holder harus bisa terakomodir di dalam.

“Rencana tata ruang sebagai dokumen perencanaan, dalam rencana tata ruang ini diatur aspek aspek pengendalian. Sehingga kita tidak bisa merencanakan melaksanakan tanpa pengendalian,” pungkasnya. (fia/gin)

JAYAPURA – Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua dilandasi wilayah adat dan wilayah budaya, inilah yang akan membedakan Papua dengan Provinsi lain di Indonesia.

Tim Leader Papua Spatial Planning (PSP) Frans Siahaan menyampaikan, pihaknya mendukung Provinsi Papua untuk menyiapkan persyaratan teknis maupun adminstratif agar sesuai dengan peraturan perundang undangan.

“Dari RTRW kita membantu pemerintah Provinsi Papua untuk mempertajam berdasarkan masukan masyarakat, karena RTRW tidak hanya sekedar persoalan teknis, tetapi kebutuhan dan menjadi  kepentingan berbagai pihak,” kata Frans kepada wartawan, Kamis (24/3).

Dikatakan Frans, FGD yang dilakukan selama 3 hari untuk mendengarkan kepentingan dan kebutuhan berbagai pihak. Dalam semua pembahasan, tujuannya akan dibawa kedalam konsultasi public dan diklarifikasi lagi.

“Ini baru sebatas menggali informasi untuk menyusun struktur ruang untuk Papua kedepan,” ucapnya.

Dikatakan Frans, pasca UU Cipta Kerja sekarang tata ruang kita hanya satu, bukan lagi tata ruang darat dan tata ruang laut seperti yang sebelumnya. Nantinya Papua hanya punya satu tata ruang yang integrasi laut dan darat.

Baca Juga :  Pemprov Siap Sukseskan PON dan Peparnas Dengan Aman

“Papua punya karakter khusus yaitu masyarakat adatnya, salah satu alasan munculnya Otsus karena masyarakat adatnya yang menjadi karakter khusus dari orang Papua. Ini akan menjadi  BAB khusus dalam RTRW, ini akan membedakan RTRW Papua dengan provinsi lain di Indonesia,” tuturnya.

Lanjut Frans, dalam pembahasan RTRW, Provinsi lain di Indonesia tidak ada BAB khusus dalam materi teknisnya yang menjelaskan tentang masyarakat adat. Faktanya yang menguasai tanah adalah masyarakat adat, sehingga itu menjadi penting.

“RTRW Papua dilandasi wilayah adat dan wilayah budaya, ini yang akan membedakannya,” tegasnya.

Dikatakan, melalui FGD memperkuat komitmen Provinsi Papua dengan visi Papua 2100 untuk dua hal yakni tata ruang yang menjadi dasar kesejahteraan masyarakat adat, dan tata ruang yang tetap bisa melindungi hutan untuk keberlanjutan dan hutan masyarakat adat.

Baca Juga :  DPR Papua Tetapkan 37 Raperdasi/Raperdasus, 19 Diantranya Skala Prioritas

Setelah pembahasan ini kata Frans, akan ada serangkaian pertemuan teknis. Nantinya akan ada pra pertemuan lintas sektor di Jakarta yang akan difasilitasi kementrian ATR dan BPN. Selain itu akan ada pertemua lintas sektor yang akan dihadiri semua kementrian, ini akan disetujui bersama dengan DPRP dan Gubernur.

“Dari semua rangkaian yang ada, akan dievaluasi Kemendagri dan akan ditetapkan oleh Gubernur Papua. Itulah yang akan diundangkan menjadi Perda, tapi targetnya pemrov paling lambat Agustus sudah ke Jakarta untuk proses lintas sektor,” ucapnya

Sementara itu, Akademisi Unipa Dr. Jonni Marwa, S.Hut, M.Si menyampaikan, ketika tidak mengakomodir kepentingan orang banyak akan terjadi konfik ruang dan ini kita harus hindari dari sisi masyarakat dan kepentingan stake holder harus bisa terakomodir di dalam.

“Rencana tata ruang sebagai dokumen perencanaan, dalam rencana tata ruang ini diatur aspek aspek pengendalian. Sehingga kita tidak bisa merencanakan melaksanakan tanpa pengendalian,” pungkasnya. (fia/gin)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya