Saturday, April 20, 2024
32.7 C
Jayapura

40 Ribu Warga Dilaporkan Masih Mengungsi

JAYAPURA-Dilaporkan sekira 40.000 warga Kabupaten Nduga di 12 distrik masih mengungsi hingga saat ini akibat konflik antara pihak keamanan dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah pimpinan Egianus Kogoya yang terjadi di daerah tersebut.

Ketua DPRD Nduga, Ikabus Gwijangge mengatakan, para warga yang mengungsi ke hutan dan sejumlah kabupaten yang berdekatan dengan Nduga. Misalnya, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Lanny Jaya.

Menurutnya, warga yang ada 12 distrik yang meninggalkan Nduga ke Wamena dan beberapa daerah lainnya di Papua akibat ketakutan dengan kontak senjata antara TNI dan kelompok Egianus Kogoya pasca penyerangan pekerja PT Istaka Karya pada Desember 2018 silam.

Sebagaimana, kelompok Egianus terlibat dalam insiden penembakan 28 pekerja PT. Istaka Karya pada 2 Desember 2018 di Bukit Kabo,  Distrik Yigi, Kabupaten Nduga. 

Dalam kejadian itu, sebanyak 17 orang meninggal dunia,  7 orang selamat dan 4 orang belum ditemukan tim gabungan TNI dan Polri hingga saat ini. 

“Para pengungsi yang mengungsi berasal dari 12 distrik seperti Mapenduma, Kageyam dan Distrik Mugi. Hingga saat ini, kondisi para pengungsi sangat memprihatinkan karena kelaparan dan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan,” ucap Ikabus Gwijangge saat dikonfirmasi melalui telfon selulernya, Senin (7/9).

Baca Juga :  Sering Tertangkap di PNG, Nelayan Jangan Lewat Batas Negara

Lanjutnya, terkait dengan konflik keamanan yang terjadi di Kabupaten Nduga, DPRD Nduga bersama Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua telah menyerahkan laporan investigasi dampak konflik militer di Nduga ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Provinsi Papua pada Selasa (2/9) lalu.

Kedatangan Ikabus ke Komnas HAM sekaligus menyerahkan surat pernyataan sikap Pemda dan DPRD Nduga kepada Komnas HAM yang berisi 12 poin. Di antaranya meminta Presiden Joko Widodo menghentikan operasi militer di Nduga yang telah berlangsung sejak akhir tahun 2018,  meminta satuan militer non organik  meninggalkan Nduga dan menuntut Satgas Yonif 330 bertanggung jawab atas penembakan dua warga sipil di Nduga yakni Elias Karunggu dan anaknya Selu Karunggu belum lama ini.

Ikabus menegaskan, negara harus bertanggung jawab dalam kasus penembakan Elias, Selu  dan Hendrik Lokbere. “Kami ini adalah bagian dari NKRI. Mengapa sipil selalu menjadi korban dari konflik militer di Nduga,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua juga Ketua Tim Investigasi Nduga, Theo Hesegem  menyampaikan, sebanyak 263 warga Nduga termasuk pekerja PT Istaka Karya meninggal dunia dalam konflik di Nduga.

Baca Juga :  Tatib DPRP Berisi Poin Pimpinan Harus OAP

Dimana dari data yang dimilikinya, sebanyak 184 orang yang meninggal sejak  2 Desember 2018 hingga 2019. Sementara pada akhir 2019 hingga 2020 itu, terdapat 59 warga yang meninggal dunia.

Sementara itu Danrem 172/PWY, Brigjen TNI Izak Pangemanan menyampaikan dimungkinkan adanya pengungsi di Kabupaten Nduga. Namun, pengungsian tersebut akibat OPM yang ada di daerah tersebut.

“Mereka takutnya sama OPM bukan TNI. Jika ada TNI di daerah tersebut  OPM selalu curiga sama warga. Bahkan OPM sendiri yang membunuh warga yang ada di sana, sehingga warga memilih untuk menghindar,” ungkap Danrem Izak Pangemanan saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (8/9).

Dikatakan, kehadiran TNI di setiap daerah untuk membantu Pemda dalam hal pembangunan di daerah tersebut.

Terkait dengan jumlah warga yang mengungsi, Danrem mengaku tidak tahu secara pasti. Pasalnya, Pemda setempat sendiri tidak tahu jumlah penduduknya. “Saya tanya ke bupati, dia sendiri tidak tahu pasti jumlah penduduknya karena mereka tersebar. Saya pikir angka 40 ribu  itu angka kira-kira saja,” pungkasnya. (fia/nat)

JAYAPURA-Dilaporkan sekira 40.000 warga Kabupaten Nduga di 12 distrik masih mengungsi hingga saat ini akibat konflik antara pihak keamanan dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah pimpinan Egianus Kogoya yang terjadi di daerah tersebut.

Ketua DPRD Nduga, Ikabus Gwijangge mengatakan, para warga yang mengungsi ke hutan dan sejumlah kabupaten yang berdekatan dengan Nduga. Misalnya, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Lanny Jaya.

Menurutnya, warga yang ada 12 distrik yang meninggalkan Nduga ke Wamena dan beberapa daerah lainnya di Papua akibat ketakutan dengan kontak senjata antara TNI dan kelompok Egianus Kogoya pasca penyerangan pekerja PT Istaka Karya pada Desember 2018 silam.

Sebagaimana, kelompok Egianus terlibat dalam insiden penembakan 28 pekerja PT. Istaka Karya pada 2 Desember 2018 di Bukit Kabo,  Distrik Yigi, Kabupaten Nduga. 

Dalam kejadian itu, sebanyak 17 orang meninggal dunia,  7 orang selamat dan 4 orang belum ditemukan tim gabungan TNI dan Polri hingga saat ini. 

“Para pengungsi yang mengungsi berasal dari 12 distrik seperti Mapenduma, Kageyam dan Distrik Mugi. Hingga saat ini, kondisi para pengungsi sangat memprihatinkan karena kelaparan dan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan,” ucap Ikabus Gwijangge saat dikonfirmasi melalui telfon selulernya, Senin (7/9).

Baca Juga :  Tewas Tertembak, Dogiyai Ricuh

Lanjutnya, terkait dengan konflik keamanan yang terjadi di Kabupaten Nduga, DPRD Nduga bersama Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua telah menyerahkan laporan investigasi dampak konflik militer di Nduga ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Provinsi Papua pada Selasa (2/9) lalu.

Kedatangan Ikabus ke Komnas HAM sekaligus menyerahkan surat pernyataan sikap Pemda dan DPRD Nduga kepada Komnas HAM yang berisi 12 poin. Di antaranya meminta Presiden Joko Widodo menghentikan operasi militer di Nduga yang telah berlangsung sejak akhir tahun 2018,  meminta satuan militer non organik  meninggalkan Nduga dan menuntut Satgas Yonif 330 bertanggung jawab atas penembakan dua warga sipil di Nduga yakni Elias Karunggu dan anaknya Selu Karunggu belum lama ini.

Ikabus menegaskan, negara harus bertanggung jawab dalam kasus penembakan Elias, Selu  dan Hendrik Lokbere. “Kami ini adalah bagian dari NKRI. Mengapa sipil selalu menjadi korban dari konflik militer di Nduga,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua juga Ketua Tim Investigasi Nduga, Theo Hesegem  menyampaikan, sebanyak 263 warga Nduga termasuk pekerja PT Istaka Karya meninggal dunia dalam konflik di Nduga.

Baca Juga :  Sering Tertangkap di PNG, Nelayan Jangan Lewat Batas Negara

Dimana dari data yang dimilikinya, sebanyak 184 orang yang meninggal sejak  2 Desember 2018 hingga 2019. Sementara pada akhir 2019 hingga 2020 itu, terdapat 59 warga yang meninggal dunia.

Sementara itu Danrem 172/PWY, Brigjen TNI Izak Pangemanan menyampaikan dimungkinkan adanya pengungsi di Kabupaten Nduga. Namun, pengungsian tersebut akibat OPM yang ada di daerah tersebut.

“Mereka takutnya sama OPM bukan TNI. Jika ada TNI di daerah tersebut  OPM selalu curiga sama warga. Bahkan OPM sendiri yang membunuh warga yang ada di sana, sehingga warga memilih untuk menghindar,” ungkap Danrem Izak Pangemanan saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Selasa (8/9).

Dikatakan, kehadiran TNI di setiap daerah untuk membantu Pemda dalam hal pembangunan di daerah tersebut.

Terkait dengan jumlah warga yang mengungsi, Danrem mengaku tidak tahu secara pasti. Pasalnya, Pemda setempat sendiri tidak tahu jumlah penduduknya. “Saya tanya ke bupati, dia sendiri tidak tahu pasti jumlah penduduknya karena mereka tersebar. Saya pikir angka 40 ribu  itu angka kira-kira saja,” pungkasnya. (fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya